Berita & Info

Direktur Alternatif (Polandia) Bank Investasi Infrastruktur Asia Menjadi Pembicara Kunci di SKSG

Uncategorized @id

Direktur Alternatif (Polandia) Bank Investasi Infrastruktur Asia Menjadi Pembicara Kunci di SKSG

Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Program Studi Kajian Wilayah Eropa, Universitas Indonesia, kembali mengadakan public lecture yang menghadirkan Direktur Alternatif (Polandia) Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB), Radek Pyffel, Kamis (15/3). Public lecture yang di adakan di Gedung IASTH lantai 3 kampus UI Salemba ini bertajuk “Belt and Road Innitaitive: The Perspective of Central Europe”.

Kegiatan ini dibuka secara langsung oleh Dr. Muhammad Luthfi selaku Direktur Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia. Luthfi menyampaikan bahwa akademisi di lingkungan Universitas Indonesia harus merespon inisiatif “satu sabuk dan satu jalan” dengan banyak melakukan riset. Tujuannya agar akademisi dapat berperan dalam memberikan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah Indonesia terkait dengan proyek perdagangan Tiongkok ini.

Bertindak selaku moderator adalah Dr.Polit.Sc.Henny Saptatia Drajati Nugrahani, S.S., M.A, yang juga Kepala Jurusan Program Studi Kajian Wilayah Eropa, Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia. Selaku pembicara kunci, Pyfell memaparkan bahwa konsep “satu sabuk dan satu jalan” ini digagas oleh Presisden Tiongkok, Xi Jinping sejak tahun 2013 di Kazachstan. Ide utamanya adalah mengkatifkan kembali Jalur Sutra yang pada masanya merupakan jalur perdagangan utama Dunia. Menurut Pyfell dalam inisiatif ini tidak hanya perdaganan logistik dan rel, tapi juga mencakup inisiasi lembaga keuangan, pariwisata dan pertukaran budaya. Tiongkok ingin menjadikan inisiatif ini sebagai jaringan infrastruktur global.

Kaitannya dengan perspektif Eastern Europe, Pyfell menuturkan bahwa inisiatif “satu sabuk dan satu jalan” menghadapi banyak tantangan dalam menjalin kerjasama dengan negara-negara di Central-Eastern Europe (CEE). Pertama, karena alasan geografis yang jauh. Kedua, hubungan inklusif CEE dengan Rusia juga menjadi tantangan tersendiri.Ketiga, Tiongkok tidak terlalu memprioritaskan CEE.

Lebih jauh Pyfell juga memapaekan secara spesifik hubungan Polandia dan Tiongkok. Tidak jauh seperti negara-negara CEE, Polandia juga memiliki banyak hambatan kerjasama dengan Tiongkok. Alasan utamanya adalah Polandia tidak memiliki perusahaan besar sebagai pemain kunci dalam perdagangan global terutama dalam mengakses pasar Tiongkok. Pyfell menyebutkan mayoritas perusahaan Polandia bergerak di sektor Usaha Kecil Menengah dengan jumlah 98% dari total industrinya.

Setelah pemaparan komprehensif dari Pyfell, forum dilanjutkan dengan diskusi dengan audience yang terdiri dari berbagai background seperti dosen, mahasiswa dan juga wartawan. Forum ini diakhiri dengan poto bersama peserta dan pembicara kunci serta tamu undangan. (Deni Febrian)