SKSG UI Dukung Program Pemerintah dalam Percepatan Penurunan Stunting melalui Permukiman Sehat yang Ramah Lingkungan Bebas Asap Rokok
November 9, 2022 2024-12-20 10:40SKSG UI Dukung Program Pemerintah dalam Percepatan Penurunan Stunting melalui Permukiman Sehat yang Ramah Lingkungan Bebas Asap Rokok
SKSG UI Dukung Program Pemerintah dalam Percepatan Penurunan Stunting melalui Permukiman Sehat yang Ramah Lingkungan Bebas Asap Rokok
Jakarta – Pengabdian Masyarakat (Pengmas) Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG-UI) menyelenggarakan sosialisasi mengenai “Hubungan Perilaku Merokok dan Stunting melalui Permukiman Sehat yang Ramah Lingkungan Bebas Asap Rokok” untuk perwakilan kader, perangkat desa, tim pendamping keluarga, perwakilan Majelis Ulama Indonesia, serta pengurus RT dan RW di wilayah kerja Desa Cibitung, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada Senin (7/11).
Hadir dalam sosialisasi Ade Pijarsyah, S.Pd., M.M. (Kepala Seksi Pendidikan dan Kesehatan Kecamatan Tenjolaya), Robiati Sari (Sekretaris Desa Cibitung), Febriyanti Safitri, S.Gz (Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas Tenjolaya), dan Dr. Renny Nurhasana (Ketua Tim Pengabdian Masyarakat/Pengmas SKSG-UI). Sosialisasi ini merupakan bentuk dukungan dan implementasi dari Pengmas SKSG-UI pada Rencana Aksi Nasional (RAN) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia Tahun 2021-2024 serta menuju pencapaian target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2024 dalam menurunkan prevalensi perokok dan stunting.
Stunting merupakan permasalahan gizi nasional yang harus mendapatkan perhatian khusus. Dampak stunting sendiri akan mengancam masa depan Indonesia dan bisa menghambat pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Saat ini, prevalensi balita stunting di Indonesia sebesar 24,4% (Studi Status Gizi Indonesia, 2021). Salah satu provinsi yang juga memiliki prevalensi stunting yang tinggi, yaitu Jawa Barat (24,5%), dimana Kabupaten Bogor menempati urutan 7 tertinggi prevalensi stunting. Angka tersebut masih jauh lebih tinggi dari batas toleransi WHO, yaitu 20% untuk stunting.
Febriyanti Safitri, S.Gz., selaku Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas Tenjolaya, mengungkapkan bahwa telah banyak upaya yang dilakukan dalam mencegah dan menanggulangi stunting, namun keterbatasan tenaga kesehatan di Puskesmas menjadi salah satu hambatannya. Selain itu, banyaknya faktor risiko yang dapat memengaruhi stunting menunjukkan bahwa upaya penanganan stunting ini harus dilakukan dengan kerja sama dan lintas sektor.
Terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi stunting, di antaranya kemiskinan, perilaku hidup tidak sehat, pola asuh/pemberian makan yang kurang baik dari sejak anak dilahirkan, dan perilaku merokok. Sebuah riset yang dilakukan oleh ketua tim Pengmas SKSG-UI, Dr. Renny Nurhasana, bersama tim menemukan bahwa anak-anak yang tinggal di rumah tangga dengan orang tua perokok cenderung memiliki pertumbuhan lebih lambat dalam berat dan tinggi badan dibandingkan mereka yang tinggal di rumah tangga tanpa orang tua perokok.
“Anak-anak dari orang tua perokok kronis memiliki pertumbuhan berat badan secara rata-rata lebih rendah 1,5 kg dan pertumbuhan tinggi badan secara rata-rata lebih rendah 0,34 cm dibanding dengan anak-anak dari orang tua yang tidak merokok. Di sisi lain, pajanan asap rokok terhadap ibu hamil ataupun langsung kepada anak menyebabkan kerentanan penyakit kronis serta lingkungan yang tidak sehat. Hal ini juga berdampak pada keparahan kondisi anak yang menjadi stunting,” jelas Renny.
Konsumsi rokok juga terbukti menyebabkan kemiskinan pada keluarga. Banyak dari keluarga yang lebih mementingkan untuk membeli rokok dibandingkan kebutuhan pokok keluarga. Fenomena ini pun juga ditemukan di Desa Cibitung berdasarkan pengakuan warga setempat. Dr. Renny menjelaskan bahwa sosialisasi digelar di Kabupaten Bogor, khususnya di Desa Cibitung Kecamatan Tenjolaya, disebabkan beberapa permasalahan kesehatan yang dihadapi, antara lain masih banyak masyarakat yang belum mengetahui kaitan antara perilaku merokok dengan stunting, rata-rata anak mulai merokok di Kabupaten Bogor terbilang dini, yaitu pada rentang usia 10-14 tahun (berpendidikan SMP), serta belum adanya media edukasi terkait bahaya perilaku merokok dengan stunting.
Ketua Kader Desa Cibitung, Siti Komariah, menyampaikan bahwa sosialisasi terkait materi ini baru pertama kali didapatkan. “Saya akhirnya sadar, perilaku merokok ternyata tidak hanya berbahaya bagi kesehatan, tetapi juga bisa menyebabkan stunting yang akhirnya bisa berdampak dengan kecerdasan anak. Ini tantangan baru bagi kami kader disini, untuk sosialisasi ke masyarakat ini. Intervensi ini minimal dimulai dari keluarga,” jelas Siti.
Salah satu tindak lanjut nyata setelah sosialisasi berlangsung adalah kader akan meneruskan informasi kepada warga, terutama remaja, ibu hamil, dan ibu yang memiliki balita. Selain itu, kader sepakat untuk memiliki program penerapan rumah tanpa asap rokok pada keluarga di Desa Cibitung. Tim Pengmas UI membagikan stiker rumah tanpa asap rokok kepada kader, untuk mendukung rencana tindak lanjut tersebut.
“Berikutnya, kader akan melaporkan hasil sosialisasi dan hasil rumah tanpa asap rokok demi menciptakan lingkungan, khususnya Desa Cibitung menjadi permukiman sehat yang ramah lingkungan bebas asap rokok. Dimulai dari dalam rumah, yang diharapkan dapat meluas ke seluruh bagian desa. Apalagi Kabupaten Bogor juga sudah memiliki Peraturan Daerah mengenai Kawasan Tanpa Rokok. Hal ini harus terus didorong untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dari rokok serta mengurangi faktor risiko stunting yang berasal dari perilaku merokok,” tambah Dr. Renny.
Dr. Renny berharap dari adanya sosialisasi dan rencana tindak lanjut ini, adanya pemahaman oleh warga mengenai kaitan perilaku merokok dan stunting, adanya perubahan kesadaran menghindari merokok pada warga, dan kesadaran menjaga udara dari pencemaran asap rokok di wilayah Kecamatan Tenjolaya. Yang tidak kalah penting, diharapkan warga mendapat dorongan untuk lebih mengalokasikan uang belanjanya kepada hal-hal yang menjadi kebutuhan pokok dan bermanfaat bagi keluarga, bukan untuk membeli rokok. Pencegahan dan pengendalian perilaku merokok diharapkan turut mengurangi prevalensi stunting, sehingga target RPJMN Tahun 2020-2024, yaitu menurunkan prevalensi stunting pada balita menjadi 14% dan persentase perokok penduduk usia 10-18 tahun menjadi 8,7% dapat tercapai.