UI PEDULI KAJIAN STRATEJIK: STRATEGI SEKOLAH PERAWAT DALAM MENGHADAPI PASAR GLOBAL
November 15, 2018 2024-12-20 10:40UI PEDULI KAJIAN STRATEJIK: STRATEGI SEKOLAH PERAWAT DALAM MENGHADAPI PASAR GLOBAL
UI Peduli Kajian Stratejik kali ini melaksanakan Pengabdian Masyarakat 2018 di beberapa kota antara lain Depok, Jakarta dan Cirebon. Kunjungan Tim Peneliti ke Cirebon dilaksanakan pada tanggal 23-25 Juli 2018 dan dilanjutkan ke berbagai sekolah perawat di Jogjakarta tanggal 6-9 November dengan isu “Strategi Perawat dalam menghadapi Pasar Global”. Tim Peneliti yang diketuai oleh Dr. Kurniawaty Iskandar, MA., dosen tetap Kajian Wilayah Jepang, Sekolah Kajian Strategi dan Global (SKSG) UI, berkunjung dan berdiskusi dengan para pengelola sekolah perawat dalam rangka mengkaji bagaimana penyesuaian kurikulum sekolah terhadap kebutuhan pasar lokal maupun global. Sekolah yang dituju antara lain, STIKES MAHARDIKA, Akper Muhammadiyah dan Akper Dharma Husada. Kemudian Tim juga melakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan perawat IJEPA batch I yang sekarang bekerja pada Alice International College, Kanazawa, pimpinan STIKES Cirebon yaitu bapak Awis Hamid Dani, M.Mpd. selaku Pembantu Ketua (Puket) I bidang Kurikulum dan bapak R. Nur Abdurrahman, S.Kep, Ners, M.H.Kes., selaku Puket II dan seorang pengajar bahasa Jepang.
Pengiriman tenaga perawat Indonesia ke Jepang melalui Indonesia-Japan Economic Patnership Agreement (IJEPA) sejak tahun 2008 ini menawarkan dua jalur profesi yaitu perawat (kangoshi) dan penopang lansia atau careworkers (kaigofukushishi). Data statisktik BNP2TKI 2008-2016 menunjukkan permintaan akan penopang lansia terus bertambah selaras dengan kondisi berkurangnya SDM Jepang akibat baby boomers kelahiran pasca Perang Dunia II dan menurunnya angka kelahiran bayi di Jepang sampai 1.23%.
Kurniawaty yang akrab disapa Dara ini telah melakukan penelitiannya terhadap migrasi tenaga perawat Indonesia ke Jepang bersama Tim Peneliti Internasional yang dipimpin Prof. Asato di Kyoto University. Lebih lanjut Dara menyampaikan agar Pemerintah dalam mengimplementasikan program G to G ini, harus lebih cermat lagi membaca kebutuhan pasar tenaga kerja Jepang yang sebenarnya yaitu tenaga careworkers. Sehingga kalau memang kebutuhannya careworkers, sekolah perawat hendaknya menyesuaikan dengan membuka peminatan atau menyertakan ilmu gerontik yang khusus mempelajari lansia dan belajar bahasa asing menjadi keharusan dalam kurikulum agar peningkatan keahlian (upgrading skill) careworkers dapat lebih optimal.
STIKES Mahardika dan STIKES Cirebon, misalnya telah melakukan penyesuaian kurikulumnya, menyertakan bahasa Jepang dalam rangka membekali lulusan perawatnya ke Jepang. Stikes Mahardika mengadakan kerjasama dengan Yayasan Bina Mandiri ASEAN (BIMA) di Depok dalam hal pengajaran bahasa Jepang. Demikian juga dengan Stikes Cirebon yang telah memiliki lembaga pelatihan bahasanya sendiri bagi siswa yang berminat ke Jepang. Dengan belajar bahasa Jepang sebelum mengikuti proses seleksi BNP2TKI dan JICWELS (Japan International Corporate Welfare Service), mereka dapat meningkatkan peluang untuk lulus dan melalui tahap matching process dengan panti lansia yang akan melatih mereka.
Berbeda dengan yang dilakukan oleh Akper Dharma Husada dan Akper Muhamadiyah, prioritas lulusan mereka adalah lebih kepada kebutuhan Rumah Sakit lokal antara lain RS. Gunung Jati dan RS. Mitra di wilayah Cirebon, Kuningan maupun RS di kota-kota besar di wilayah Jabodetabek. Karena kebutuhan akan kasus pasien gawat darurat di Jalur pantura, membutuhkan lebih banyak perawat dengan skill penanganan pasien Gada (Gawat darurat), maka kurikulum sekolah disesuaikan dengan muatan tersebut.
Peluang pasar tenaga kerja di bidang keperawatan baik pasar lokal maupun global akan sangat membutuhkan tenaga keperawatan yang profesional di bidangnya. Pasar lokal akan membutuhkan perawat lebih banyak mengingat program BPJS yang diterapkan secara nasional dan juga kebutuhan yang tinggi di pasar global yaitu 2800 penopang lansia di Jepang di tahun 2020 karena krisis tenaga penopang lansia ini yang termasuk kepada model pekerjaan unskill workers di Jepang.
Hasil wawancara dan FGD Tim peneliti UI ke Akper Notokusumo di Jogjakarta Kamis 8 November 2018 lalu menjelaskan bahwa kebutuhan Jepang yang tinggi akan kebutuhan careworkers tercermin dari permintaan yang tinggi akan tenaga penopang lansianya ke Filipina dan juga Vietnam. FGD dihadiri oleh bapak Taukhif selaku Ketua Bidang Kerjasama, ibu Septiana Fathonah, S.Kep.Ns.,M.Kep. selaku Pembantu Direktur I yang menangani kurikulum, ibu Etik Pratiwi, S.Kep., Ns.,M.Kep. selaku Pembantu Direktur III yang menangani masalah Kemahasiswaan, Alumni, pusat karir dan tracer studies dan ibu Diah Wijiastuti sebagai guru bahasa Jepang yang dikirim oleh Yayasan BIMA.
Hal yang penting dikaji adalah perawat yang bekerja sebagai penopang lansia di Jepang beresiko vakum dari praktek keperawatan sehingga tidak sedikit yang akhirnya beralih profesi sepulangnya ke Indonesia. Langkah antisipasi “ Akper Notokusumo adalah mendorong lulusannya yang baru kembali dari trainee di Jepang untuk mengikuti pelatihan keperawatan kembali melalui workshop-workshop dan memperpanjang Surat Tanda Regstrasi (STR) mereka.” Jelas ibu Etik Pratiwi.
Sementara itu bapak Agus Nurcholis dari Stikes Jogjakarta mengemukakan bahwa kemampuan mahasiswa yang masuk ke sekolah ini masih sangat bervariasi dan ini menjadi kendala tersendiri. Saat ini kompetisi diantara sekolah perawat semakin ketat dengan bermunculannya Stikes/ Akper yang menerapkan kurikulum modern dan berorientasi pada pasar global. “.. kenyataannya kita banyak tehambat karena lulusan dari sekolah menengah di wilayah Indonesia bagian Timur belum mempunyai kemampuan yang memadai akibat terkendala bahasa yang menjadi kunci dalam memperoleh pengetahuan di sekolah.
Karenanya Pemerintah penting memperhatikan agar pembekalan tenaga perawat ke Jepang dilakukan dengan semaksimal mungkin baik BNP2TKI sebagai lembaga penempatan TKI ke luar negeri, serta institusi terkait lainnya. “Pemahaman akan nilai masyarakat, budaya kerja dan sistem kerja di Jepang serta penguasaan bahasa yang mumpuni akan memberikan peluang besar bagi calon tingkat kelulusan ujian sertifikasi nasional sehingga mendapat gaji yang setara dengan perawat atau penopang lansia Jepang. Jangan sampai sudah menjalani trainee bertahun-tahun dengan gaji pas-pasan mengingat tingginya life cost di Jepang, akhirnya pulang karena gagal ujian akibat kelelahan dalam pekerjaan sehari-hari sebagai trainee…” lanjut Dara yang sehari-hari mengajar di Program Studi Kajian Wilayah Jepang UI.
Hal lain yang menjadi fokus kajian tim ini adalah bagaimana kesiapan Pemerintah maupun swasta dalam mengantisipasi kepulangan tenaga careworkers dari Jepang. Karena ranah ilmunya belum dikenali, kecuali ada inisiatif mendirikan panti lansia maupun rumah sakit yang berstandar berkualitas internasional bagi para ekspatriat Jepang maupun orang asing lainnya di Indonesia, mengingat jumlah lansia Indonesia juga meningkat mencapai 20% di tahun 2035. “..Jangan sampai mantan careworkers dari Jepang banyak beralih profesi ke perusahaan Jepang karena gaji yang lebih tinggi akibat skill bahasa Jepang mereka yang meningkat setelah bertahun-tahun tinggal di Jepang sementara ilmu penopang lansia mereka menjadi sia-sia, tidak kontributif di masyarakat luas “ Demikian ditegaskan oleh Dr. Kurniawaty Iskandar, MA. sebagai Ketua Tim, yang beranggotakan alumni yaitu Annisa Irfani S.Hum., Msi., dan Budi Prayoga, S.Hum.,Msi. serta Wafa’ Hanim Askho, SS. Sebagai mahasiswa semester akhir Kajian Wilayah Jepang UI.