Berita & Info

Direktur SKSG UI Lantik Humprey Arnold Russel Sebagai Ketua The ASEAN-China Research Center

PW105569
Berita

Direktur SKSG UI Lantik Humprey Arnold Russel Sebagai Ketua The ASEAN-China Research Center

Jakarta – Direktur Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI) Athor Subroto, Ph.D melantik Humprey Arnaldo Russel, M.Si., MA., Ph.D sebagai ketua The ASEAN-China Research Center (ACRC) di Gedung IASTH UI Salemba, Jakarta, Selasa 4 Maret 2024.

Humprey Arnaldo Russel, M.Si., M.A,, Ph.D dilantik sebagai Ketua The ASEAN China Research Center untuk periode masa tugas tahun 2024 – 2026.

Pelantikan ini dihadiri Kepala Center for Strategic and Global Studies (CSGS) Dr. Shobichatul Aminah, S.S., M.Si., Duta Besar Tiongkok untuk ASEAN, Mme. Hou Yanqi, Duta Besar Republik Indonesia untuk Republik Rakyat Tiongkok dan Mongolia, Sugeng Rahardjo, Pengamat dari National Institute of International Strategy (NIS) China, Prof Xu Liping, serta Staf Khusus Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi yang juga Wakil Kadin Indonesia Komite Tiongkok (KIKT) Jona Widhagdo Putri, Ph.D,

Dalam sambutannya, Athor mengatakan, sebagai lembaga baru yang menjadi bagian SKSG, ingin terus menjalin hubungan baik dengan berbagai pihak. Kita tahu, China telah menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia saat ini, dan kita tidak ingin kehilangan momentum mengembangkan kerjasama di kawasan ini.

“Kami punya visi kedepan untuk terus memperkuat kerjasama antar kawasan, dan bukan saja untuk Indonesia dengan China,” ujarnya.

Athor mengatakan, perkembangan ekonomi di negara-negara ASEAN, menjadi dasar kekuatan bagi perkembangan ekonomi bersama. Menurutnya, keberadaan Pusat Riset ASEAN-China ini, diharapkan dapat terus memperkuat hubungan ASEAN-China, terutama Indonesia dengan China.

“Ini menjadi bagian dari tridarma perguruan tinggi. Keberadaan pusat riset ini juga akan memperkuat eksistensi UI,” ujarnya.

Madame Hou Yanqi memberikan selamat atas diresmikannya ACRC ini. Dalam sambutannya ia mengatakan, ACRC sebagai lembaga think thank pertama di Indonesia yang memfokuskan pada studi ASEAN-China ini, sangat menginspirasi.

“Penanaman pohon bersama tadi memaknai pusat riset ini menjadi lembaga yang bermanfaat dan berkontriibusi di masa depan dalam hubungan ASEAN – China.”

Terkait seminar 33 Tahun Hubungan ASEAN – Tiongkok yang mengangkat tema Membangun Ekosistem Perdamaian Demi Mencapai Kemakmuran, mengiringi pelantikan itu, Mme. Hou Yanqi mengarisbawahi dua hal penting. Pertama, ekosistem perdamaian. Kedua, mencapai kemakmuran.

Menurutnya, dua hal itu sangat signifikan dalam memahami perubahan dan turbulensi dunia. Keduanya menjadi persoalan yang dihadapi tiap negara di masa depan. Itu sebabnya, diperlukan bekerjasama dengan banyak pihak. “Dua hal ini terkait dengan lingkungan keamanan bersama dan kepentingan pembangunan bersama di kawasan,” ujarnya.

Pengamat dari National Institute of International Strategy (NIS) China Prof Xu Liping, memaparkan presentasinya yang bertema Ketahanan Otonomi Strategis ASEAN dan Kerjasama Tiongkok-ASEAN. Intinya, dalam memajukan hubungan Tiongkok-ASEAN di masa depan, ada tiga aspek utama yang dapat diupayakan yaitu pertama mewujudkan rencana membangun komunitas bersama Tiongkok-ASEAN. Kedua, fokus pada kerja sama pembangunan yang berkelanjutan, dan ketiga, memperdalam pertukaran budaya dan antar masyarakat.

Ketika berbicara dalam seminar menyongsong 33 tahun hubungan ASEAN – Tiongkok ini, Sugeng Rahardjo mengatakan, seminar ini sangat penting karena membangun ekosistem perdamaian tidaklah mudah.

“Kalau mau mengikuti perkembangannya, hubungan ASEAN – Tiongkok ini berjalan begitu mulus, dan saat ini tingkatannya adalah kemitraan strategis komprehensif yang diumumkan saat KTT ASEAN-Tiongkok tahun 2021 lalu,” ujarnya.

Sebelumnya status atau level hubungan ASEAN-Tiongkok menurut Sugeng, merupakan kemitraan strategis. Hubungan ini merupakan yang terpanjang dalam sejarah ASEAN Dialog dengan mitranya. Bahkan sebelum itu, pada Juli 1991 ASEAN – Tiongkok mulai mengadakan dialog. Dialog itu diputuskan pada sidang Menteri Luar Negeri di Kuala Lumpur tahun 1991 sebagai Consultative Member dari ASEAN, atau satu tahun setelah mencairnya hubungan diplomatik Indonesia – Tiongkok.

Tahun 1996, Sugeng mengatakan, ASEAN memutuskan Tiongkok menjadi dialog partner. Sejak saat itu, hubungan antara Tiongkok dan ASEAN sangat erat. Hubungan itu diungkapkan dalam bentuk berbagai kunjungan di semua tingkatan pejabat. Dengan demikian sudah terjalin kepercayaan, saling pengertian dan persahabatan dengan Tiongkok.

“Saya yakin dengan kedewasaan, hubungan ASEAN – Tiongkok akan terus meningkat kerjasama di berbagai bidang, walaupun dinamika geopolitik yang meruncing bisa membawa ancaman baru terhadap hubungan kedua belah pihak. Namun ASEAN – Tiongkok dapat mengatasi dengan kolaborasi yang saling menguntungkan dan selalu berpedoman pada ekosistem perdamaian yang telah disepakati bersama untuk mengatasi berbagai perbedaan yang terjadi.”

Jona dalam presentasinya berharap, Ketua ACRC dapat menghasilkan hasil-hasil riset yang bermanfaat bagi Indonesia khususnya, dan umumnya bagi ASEAN dan Tiongkok.

Menurut Jona, ACRC Indonesia perlu terus melakukan kolaborasi dan sinergi yang baik dengan berbagai pihak. Ia berharap, ACRC bisa menciptakan ekosistim yang damai dengan hubungan yang saling menguntungkan, saling percaya, dan menghormati demi mencapai kemakmuran Indonesia, dan hal-hal menguntungkan bagi ASEAN dan Tiongkok.

Penanaman pohon

Sebelum seminar, dilakukan penanaman dan penyiraman pohon, sebagai simbol berdirinya organisasi ACRC, dan komitmen terhadap kepedulian lingkungan. Penanaman dilakukan oleh Athor Subroto, Mme.Hou Yanqi dan Humprey.
Setelah itu, dilakukan penyiraman pohon oleh Sugeng Rahardjo, Jona Widhagdo Putri, Boy Tohir, Richard, dan Julianto. Penyiraman ini sebagai simbol komitmen terhadap bumi (*)