Berita & Info

Diskusi SKSG UI: Masa Depan Pariwisata NTB Pasca Gempa

BeritaNature

Diskusi SKSG UI: Masa Depan Pariwisata NTB Pasca Gempa

Senin (5/8), Tim Pengabdian Masyarakat Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia menyelenggarakan diskusi terkait perkembangan pariwisata NTB Pasca Gempa. Acara ini diselenggarakan berkat kerjasama antara Tim Pengabdian Masyarakat SKSG UI dengan Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Mataram yang didukung oleh Kementerian Pariwisata.

Dengan tujuan untuk meningkatkan sinergi antar stakeholder dalam mengembangkan pariwisata NTB, diskusi ini mendatangkan beberapa pihak terkait tidak hanya terkait pariwisata tetapi juga terkait kepedulian lingkungan untuk mendukung pariwisata NTB. Para pihak yang hadir yaitu Dinas Pariwisata, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Anggota DPRD NTB Terpilih, Rektor UNU dan Dosen STP.

Dr. Imam Adis Munandar selaku Dosen SKSG UI menyatakan bahwa terselenggaranya acara ini merupakan bagian dari kegiatan pengabdian masyarakat UI dengan Lombok sebagai wilayah prioritas sasaran.

Perwakilan Dinas Pariwisata, Lalu Kusuma Wijaya menyatakan bahwa SOP dan mitigasi risiko di tempat destinasi wisata belum ada secara jelas saat gempa setahun lalu, sehingga hal ini menjadi pembenahan untuk pemerintah ke depan.

Pihak Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Lalu Syahruzali juga menuturkan bahwa persoalan sampah di NTB mulai mendunia ketika fenomena sampah plastik di Rinjani, setelah itu muncul gagasan untuk gerakan Zero Waste NTB 2023, sehingga ada tahapan yang jelas dari tahun 2019 hingga tahun 2023.

Dr. Syech Idrus dari STP memaparkan bahwa pada tahun 2016 terdapat lebih dari 90 ribu pendaki Gunung Rinjani dan menghasilkan sampah hingga 13 ton/hari, sementara di Gili Trawangan menghasilkan 13,02 ton/hari.

Pariwisata di NTB perlu memperhatikan aspek sosial dan lingkungan agar lebih terjaga dan berkelanjutan. Dr. Puspitasari selaku moderator memaparkan bahwa tiga hal yang perlu diperhatikan dalam pariwisata saat ini yaitu ketenangan, spiritualitas dan keberlanjutan. Untuk mencapai hal tersebut maka perlu adanya rumusan serta riset untuk mendukung wisata spiritual dan berkelanjutan tersebut.

(red: Lu’liyatul Mutmainah)