Kajian Terorisme SKSG UI Gelar Diskusi Publik terkait Keamanan Internasional dan Dampak Runtuhnya ISIS
January 14, 2020 2024-12-20 10:40Kajian Terorisme SKSG UI Gelar Diskusi Publik terkait Keamanan Internasional dan Dampak Runtuhnya ISIS
Kajian Terorisme SKSG UI Gelar Diskusi Publik terkait Keamanan Internasional dan Dampak Runtuhnya ISIS
Mengawali tahun 2020, pada Senin (13/01/2020) Kajian Terorisme Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI) menyikapi situasi keamanan global saat ini dan merespon dampak dari runtuhnya ISIS dengan menggelar Diskusi Publik berjudul Current International Security Situations Beyond Asia and Impact of the Collapse of ISIS di Gedung SKSG UI lantai 4 Kampus UI Salemba. Pembicara kunci adalah Prof. Kunihiko Miyake (Visiting Professor, Ritsumeikan University-Japan).
Dalam sambutan pembukaan, Athor Subroto, Ph.D Direktur SKSG UI menuturkan bahwa SKSG UI berkomitmen untuk selalu konsisten berkontribusi secara keilmuan dalam menyikapi isu-isu strategis global. “SKSG UI yang memiliki berbagai program studi dengan platform multidisiplin akan selalu siap menjadi ujung tombak dalam menyikapi isu-isu strategis global sebagai wujud kontribusi keilmuan”, tutur Athor.
Athor juga menjelaskan bahwa Diskusi Publik yang diselenggarakan oleh Program Studi Kajian Terorisme di awal tahun 2020 ini merupakan kegiatan diskusi pembuka bagi SKSG UI dalam mengawali kegiatan serupa di bulan-bulan selanjutnya. “Pada tahun ini SKSG UI akan lebih sering menyelenggarakan diskusi terkait isu-isu multidisiplin baik dalam lingkup nasional maupun global dengan berbagai bentuknya, dan dengan dimulainya kegiatan diskusi publik oleh Kajian Terorisme di tahun ini, saya berharap kedepannya SKSG UI bisa lebih produktif lagi dalam menggelar kegiatan diskusi publik”, pungkas Athor.
Zacky Khoirul Umam, M.A., M.Phil selaku moderator memulai diskusi dengan memberi pengantar terkait kondisi terorisme global saat ini, dalam pengantarnya Zacky menjelaskan bahwa meskipun relatif lebih kecil dalam hal skala dan korban, pola aksi terorisme pada periode saat ini berbeda dari periode sebelumnya, baik dari segi target, pola pergerakan, motivasi, dan aktor yang terlibat. “Pola rekrutmen terorisme hari ini lebih menargetkan wanita dan anak-anak”, ungkap Zacky.
Sebagai pembicara pertama, Prof. Kunihiko Miyake memaparkan geopolitik dunia khususnya geopolitik Jepang dan Indonesia. Bagi Miyake, Jepang dan Indonesia memiliki peran yang sangat strategis di Kawasan Asia Pasifik, terlebih dalam isu keamanan. “Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki posisi sebagai kekuatan penyeimbang (balance of power) di Kawasan Asia-Pasifik”, ungkap Miyake.
Miyake juga menyoroti kondisi terorisme global yang seringkali dihubungkan dengan isu agama. Menurut Miyake, Indonesia memiliki tugas untuk meluruskan pemahanan ini. “Terutama sekali, Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia harus bisa menjelaskan kepada dunia bahwa terorisme tidak ada kaitannya sama sekali dengan agama apapun. Terorisme murni berangkat dari kepentingan politik untuk menguasai wilayah tertentu”, tegas Miyake selaku pembicara tamu dari Jepang.
Di samping itu, Yon Machmudi, Ph.D (Ketua Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam SKSG UI) mengawali paparannya dengan menjelaskan bahwa intensitas terorisme global tidak akan pernah berkurang. “Berkurangnya kekuatan ISIS di Irak dan Suriah tidak serta merta mengurangi intensitas terorisme global. Sebaliknya, kondisi itu menimbulkan ancaman lain bagi negara-negara lain dengan kembalinya Foroign Terrorist Fighters (FTF) militan ISIS yang akan melakukan aksi di negara mereka masing-masing”, kata Yon.
Yon juga mengafirmasi pernyataan Prof. Kunihiko Miyake bahwa ia menolak dengan tegas jika isu terorisme disangkut-pautkan dengan isu agama. Yon merujuk pada buku Robert A Pape yang terbit tahun 2005 dengan judul Dying to Win: The Strategic Logic of Suicide Terrorism. “Dalam buku tersebut, Pape menyusun 315 serangan teroris di seluruh dunia antara tahun 1980 sampai 2003. Data menunjukkan memang ada sedikit hubungan antara terorisme dengan fundamentalisme agama, tetapi hampir semua serangan terorisme memiliki kesamaan tujuan sekuler dan strategis tertentu, yaitu memaksa negara-negara demokrasi modern untuk menarik pasukan militer mereka dari wilayah yang dianggap sarang teroris sebagai tanah air mereka”, ucapnya. “Jadi terorisme sebenarnya murni karena soal perebutan wilayah”, tambah Yon.
Sementara itu, sebagai pembicara terakhir secara spesifik Dosen Hubungan Internasional dan Kajian Terorisme UI, Broto Wardoyo, Ph.D lebih fokus membahas proyeksi keamanan Asia di era pasca-Baghdadi. Kepada hadirin, Broto menjelaskan bahwa ada empat isu yang menjadi tren dominan kondisi keamanan Asia pasca tewasnyanya Baghdadi. “Munculnya terorisme tunggal-serigala (lone-wolf terrorism), bangkitnya terorisme sayap kanan di Barat, korelasi antara terorisme dan konflik internal, dan bom bunuh diri wanita adalah isu-isu strategis keamanan Asia yang perlu mendapat perhatian serius pasca tewasnya Baghdadi”, pungkas Broto.
(Red. Bahrul editted by Tyas pict PW)