Berita & Info

RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM (RDPU) Oleh: Komisi IX DPR RI dengan Pusat Kajian Jaminan Sosial, Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia

Berita

RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM (RDPU) Oleh: Komisi IX DPR RI dengan Pusat Kajian Jaminan Sosial, Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia

Bapak Anshory Siregar (Pimpinan Sidang RDPU)

Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada 2 Desember 2019 yang bertempat di Ruang Rapat Komisi IX DPR RI ini merupakan kegiatan yang diselenggarakan oleh Komisi IX DPR RI yang menangani kesehatan dan ketenagakerjaan, dan mengundang langsung Pusat Kajian Jaminan Sosial, Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia (PKJS-UI) sebagai pengakuan atas kontribusi  PKJS-UI untuk kemajuan bangsa. Kegiatan ini dihadiri oleh anggota Komisi IX DPR RI, PKJS-UI, dan organisasi lainnya seperti Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Yayasan Lentera Anak, dan Komite Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT). Sekitar 70 peserta memadati ruang rapat untuk mendengarkan paparan pada RDPU.

Pimpinan sidang, Bapak Anshory Siregar memberikan pengantar jalannya RDPU, dilanjutkan dengan pengenalan profil PKJS-UI oleh Ir. Aryana Satrya, PhD, Ketua PKJS-UI.

Narasumber 1: Prof. Hasbullah Thabrany (Konsultan Pusat Kajian Jaminan Sosial, SKSG UI)

Narasumber pertama, Prof. Hasbullah Thabrany menyampaikan mengenai “Hak Layanan dan Jaminan Kesehatan: Sebuah Renungan dan Pemikiran Nasional”. Dalam paparannya, Prof. Hasbullah menyatakan bahwa pada kenyataannya, manfaat jaminan kesehatan nasional (JKN) telah diterima oleh hampir semua pihak. Masalah utamanya adalah penetapan iuran yang lebih berat “politis”, bukan kajian ekonomis, menyebabkan dana dan fasilitas kesehatan dibayar tidak memadai. Hal tersebut akan mengancam kesinambungan JKN. Selain itu, Prof. Hasbullah juga menyampaikan bahwa pengunaan “kasus-kasus” di lapangan yang bukan faktor utama defisit dan kualitas layanan dapat melemahkan JKN jangka panjang dan hanya akan menimbulkan debat publik.

Narasumber 2: Dr. Renny Nurhasana, MA (Dosen Kajian Pengembangan Perkotaan dan Peneliti Pusat Kajian Jaminan Sosial, SKSG, UI)

Narasumber kedua, Dr. Renny Nurhasana memaparkan tentang “Dampak Konsumsi Rokok terhadap Stunting, Bantuan Sosial dan Beban Pembiayaan JKN akibat rokok”. Dr. Renny menyampaikan hasil studi PKJS-UI pada tahun 2018 menunjukkan anak-anak dari orang tua perokok kronis memiliki pertumbuhan berat badan secara rata-rata lebih rendah 1,5 kg dan pertumbuhan tinggi badan rata-rata lebih rendah 0,34 cm. Kemungkinan anak stunting dari orang tua perokok lebih dari 5,5% dibanding anak bukan perokok. Dimana dampak kejadian stunting tersebut juga berpengaruh terhadap intelegensi anak. Dr. Renny menambahkan bahwa orang tua yang merokok menimbulkan shifting konsumsi (uang makanan untuk rokok) yang terasa oleh masyarakat yang miskin sehingga nutrisi tidak tercukupi dan menimbulkan stunting. Selain itu, riset PKJS-UI juga menemukan bahwa penerima bantuan sosial memiliki kecenderungan merokok lebih tinggi jika dibandingkan dengan bukan penerima bansos.  Pada kesempatan ini Dr. Renny pun menyampaikan hasil data yang diolah oleh Kedeputian Bidang Riset dan Pengembangan, BPJS Kesehatan bahwa biaya pelayanan kesehatan penyakit akibat rokok dihitung menggunakan kode diagnosis primer dan sekunder sesuai surat Kementerian Kesehatan meningkat di tahun 2018 menjadi 27,8 triliun dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Diketahui bahwa cost of smoking menunjukkan beban ekonomi Cakupan Kesehatan Semesta di Indonesia dan berdampak pada defisit berkelanjutan BPJS Kesehatan (CISDI).

Ir. Aryana Satrya, Ph.D (Ketua Pusat Kajian Jaminan Sosial, SKSG UI)

Respon dari anggota Komisi IX DPR RI cukup beragam, diantaranya Bapak Anshory Siregar sebagai pimpinan sidang menyebutkan bahwa isu rokok merupakan isu lama, bahkan ada pigura di ruangan Komis IX sejak 20 tahun lalu yang menunjukkan bahaya rokok membunuh anak bangsa, masih tidak mempan juga. Beliau memberi contoh negara lain yaitu India, penduduknya 1.2 M tidak ada yang merokok di jalan. Anggota dewan lain pun setuju untuk membereskan bagian hulu, yaitu bagian promotif. Dan diskusi ini juga banyak membahas mengenai solusi JKN itu sendiri.

Pada sesi akhir, Prof. Hasbullah menyampaikan bahwa dalam pemenuhan hak rakyat dan kewajiban rakyat, hendaknya memperkuat argumen rasional ekonomis, dan sebaiknya semua pihak menghindari jebakan pandangan jangka pendek yang dapat menurunkan kinerja JKN yang berdampak pada penurunan daya saing bangsa di masa depan dan perkuat JKN jangka panjang dengan data dan fakta rasional. Dr. Renny Nurhasana menambahkan rekomendasi mengenai kebijakan pengendalian konsumsi rokok dimulai dari FCTC, lalu Undang-Undang Cukai direvisi naik sehingga bisa membuat persentase untuk lembaga kesehatan semacam ThaiHealth Foundation di Thailand, selanjutnya DPR harus membuat Undang-Undang tobacco control, bukan Undang-Undang Pertembakauan, dan Presiden harus komitmen membuat roadmap tobacco control.

(red:Renny Nurhasana/edited by Tyas; doc:Renny)