Berita & Info

“APA KABAR PERPRES PELIBATAN TNI DALAM MENGATASI AKSI TERORISME?”

Uncategorized @id

“APA KABAR PERPRES PELIBATAN TNI DALAM MENGATASI AKSI TERORISME?”

Kamis, 13 Desember 2018, Kajian Terorisme, Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI) mengadakan seminar dengan tema “Apa Kabar Perpres Pelibatan TNI Dalam Mengatasi Aksi Terorisme?” Seminar ini diharapkan dapat menjadi jawaban atas diskusi tentang kapasitas TNI dalam mengatasi aksi terorisme.

Bertempat di Aula lt. 3 Gedung IASTH Kampus Salemba, acara seminar dihadiri kurang lebih 150 orang yang berasal dari berbagai instansi; dosen, mahasiswa, LSM, TNI, POLRI, Kemhan, Kemenkumhan, pengamat terorisme dan lain-lain. Sambutan Irjen. Pol (P). Dr. Benny J Mamoto, S.H, M.Si, Wakil Direktur SKSG mengawali seminar hari ini. Dalam sambutannya, Pak Benny menceritakan pengalaman beliau saat masih bertugas di kepolisian, ucapan terima kasih atas kehadiran para narasumber tidak lupa diucapkan. Beliau berharap seminar ini dapat memberikan masukan terkait Perpres TNI dan aksi Terorisme.

Muhamad Syauqillah, PhD Plt. Ketua Prodi Kajian Terorisme menjadi moderator pada sesi panelis. Sebagai pembukaan beliau menyatakan bahwa dalam sejarah pemberantasan terorisme di beberapa negara telah melibatkan militer. Jika hal tersebut dilakukan di Indonesia maka, kontra terorisme harus ada proporsi yang tepat, kekerasan yang minimum, kekerasan sebagai tindakan terakhir, dan harus berdasarkan hukum.

Pembicara pertama adalah Kolonel CHK Edy Imran, S.H., M.H., M.Si (Babinkum Mabes TNI) menyampaikan bahwa pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme sudah menjadi amanah undang-undang, sehingga harusnya sudah jadi kewajiban TNI untuk ikut aksi mengatasi terrorisme. UU no.5 tahun 2018 pasal 43: TNI dibentuk untuk menghadapi berbagai ancaman: Ancaman militer dan ancaman bersenjata, TNI menjadi garda terdepan TNI jika ada unsur-unsur ancaman ini. Secara nyata aksi terorisme merupakan ancaman bersenjata.

Perlu dipahami bahwa pelibatan TNI dalam pemberantasan tindak pidana terorisme bukan dalam penegakan hukum. Tetapi kalau sudah didelegasikan, baru TNI turun. Keterlibatan TNI sudah diatur oleh UU dan tugas pokok (pencegahan, penindakan, pemulihan).

Pemaparan selanjutnya oleh Kombes. Pol Drs.Hambali (Divkum Mabes Polri) menyatakan Menurut polri, memang sudah sewajarnya. Komponen negara harus dilibatkan karena memang terorisme merupakan permasalahan negara. Penanganan terorisme di Indonesia harus dilakukan melalui penegakkan hukum (ini juga merupakan hasil politik negara), tidak dengan cara perang. Terorisme merupakan tindak kriminal yang harus diadili dan dilakukan pembinaan.Hal yang dipermasalahkan saat ini dalam pelibatan TNI hanya dalam hal penindakan saja, itulah yang akan diatur dalam perpres.

Sementara itu, Dr. Puspitasari (Dosen SKSG UI) menekankan juga penguatan intelijen sebagai opsi lain dalam tarik ulur diskusi kali ini. Intelijen: sebagai kegiatan (HUMINT, SIGINT, OSINT, CYBERHUMINT) bagaimana manusia menjadi sumber & pengolah data, hal ini yang perlu dikuatkan. Pembicara selanjutnya AL ARAF (IMPARSIAL) menyatakan pelibatan militer sudah diatur dalam UU tni pasal 7 ayat 2 dan 3, pengaturan lewat perpres berbahaya karena tergantung rezim yang berkuasa, mengacu TAP MPR 6 dan 7 tahun 2000 pemerintah harusnya membuat UU perbantuan TNI, sudah menjadi mandat UU anti terorisme pembentukan perpres. DR AGUS SUDIBYO (INDONESIA NEW MEDIA WATCH) menyatakan Supremasi hukum & sipil jika dalam negara demokrasi, tapi dalam keadaan darurat supremasi sipil & trias politika bisa diabaikan jadi keadaan ini harus muncul sosok pemimpin yang berada diatas hukum.

[ngg src=”galleries” ids=”3″ display=”basic_slideshow”]

(red:Imam – pic:Pras)