Berita & Info

Kuliah Tamu Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia, Dr. Ir. I. Wayan Suastika, M.Si

Uncategorized @id

Kuliah Tamu Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia, Dr. Ir. I. Wayan Suastika, M.Si

Sabtu, 1 November 2018, Kajian Terorisme, Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI) mengadakan Kuliah Tamu Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kota Bogor, Bapak Dr. Ir. I. Wayan Suastika, M.Si.

Bertempat di Aula lt. 4 Gedung SKSG Kampus Salemba, Kelas Kajian Kritis Agama Dan Kekerasan dilangsungkan. Mengawali kuliah tamu, Ketua Program Studi Kajian Terorisme UI, Muhamad Syauqillah P.hD  menerangkan maksud mengundang Pak Wayan adalah untuk memberikan pengetahuan yang jelas dan representatif dari ajaran Hindu, diantaranya mengenai adakah dogma kekerasan dari ajaran Hindu.

 

Materi yang diberikan oleh Pak Wayan mengenai ajaran Hindu dimulai dari pengenalan dasar ajaran Weda, kemudian konsep ajaran Panca Sradha; Brahman, Atman, Karma, Samsara dan Moksa. Penjabaran menarik terkait konsep hidup warga Hindu Bali yaitu mengenai sikap yang tenang dan tidak gampang reaktif. Untuk kasus di Bali, Pak Wayan menjelaskan dengan contoh kasus Bom Bali 1 dan 2, “satupun batu tidak ada yg dilempar ke rumah ibadah lain balas aksi Bom Bali, hal ini terjadi karena umat Hindu Bali mengamalkan ajarannya. Jangan-jangan aksi Bom Bali ini merupakan reaksi atas apa yang Umat Hindu Bali lakukan, serta menganggap pelaku Bom Bali sebenarnya korban juga, seandainya bisa diajak ngobrol, mungkin pelaku ini lebih terjerumus dibandingkan kita umat Hindu Bali”. Justru kasus Bom Bali mengharuskan warga Bali untuk mengintrospeksi diri, karena lalat tidak akan masuk ke rumah yang bersih dan wangi.

Hal lain yang dijabarkan adalah mengenai “rasa”, seseorang tidak akan dapat menjelaskan “rasa” kekhusyuán dalam beribadah kepada orang lain, mengapa, karena pengalaman spiritual tiap orang pasti akan berbeda-beda, untuk itu Umat Hindu Bali dapat memilih banyak cara untuk beribadah, meditasi, yoga, bersenandung. Rasa khusyuk sembahyang tidak diketahui orang lain, karena hanya pada diri pribadi yang tahu. Contoh pengejawantahannya ada pada ritual Nyepi, yang hanya satu-satunya di dunia, bahkan di India saja tidak ada.

Pak Wayan menjabarkan hakikat manusia dalam tiga bentuk, yaitu; Satwan  semuanya baik, Rajas nafsu emosi, Tamas malas. Siklus kehidupan manusia tentu begitu, kadang ia baik, ia emosi, bahkan malas untuk menanggapi apapun. Sehingga dalam berbuat seseorang harus melakukan dengan Satyam/benar, Sivam/bijaksana, dan Sundaram/kesenian indah.

Kemudian ajaran lain adalah; Tat Tvam Asi jika kamu dicubit, yang lain merasa, jangan pernah melecehkan martabat orang lain, jika kita tidak mau direndahkan. Ahimsa tidak melakukan kekerasan, mulai dari pikiran, perkataan, dan perbuatan. Vasudaiva Kutumbhakan kita semua bersaudara, pelaku tetap saudara kita yang keliru jalan dalam kasus Bom Bali.

Inti kuliah dari Pak Wayan adalah tentang konsep welas asih dalam ajaran Hindu Bali. Penerimaan atas tragedi, introspeksi diri, sikap reaktif, selalu bersaudara adalah nilai-nilai yang memang ada pada semua agama, namun pelaksanaannya tentu sesuai ajaran agama masing-masing.

Pada sesi tanya jawab, Zainal Huda, mahasiswa Kajian Terorisme menanyakan apakah ada konsep kekerasan dalam ajaran Hindu (Weda)? Pak Wayan menjelaskan bahwa konteks perang hanya di bab 2 Bhagavad Ghita dari 18 bab, itupun hanya konteks yang pro perang, dan kontra perang ada dalam seri Mahabharata, walaupun pada ujungnya menggambarkan kisah perang antar Pandawa melawan Kurawa, konsep kekerasan untuk saat ini tidak digunakan, namun jangan karena ada sedikit ulasan terkait kekerasan, malah melupakan agung dan luhurnya ajaran kebaikan lain. Selain India, tidak ada kekerasan atas nama agama Hindu di negara lain, demikian beliau mengakhiri kuliahnya.