Kuliah Umum “Private Sector Role and Approaches to Urban Development”
March 3, 2019 2024-12-20 10:40Kuliah Umum “Private Sector Role and Approaches to Urban Development”
Jakarta, Program Studi Kajian Pengembangan Perkotaan, Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG), Universitas Indonesia (UI), menyelenggarakan kuliah umum dan diskusi publik di Aula Lt.3 Gd. IASTH, Kampus UI Salemba, Jakarta, pada Jumat lalu (1 Maret 2019).
Kuliah umum dibuka oleh Dr. Chotib, M.Si selaku Ketua Program Studi Kajian Pengembangan Perkotaan. Dalam sambutannya, Chotib menyebutkan bahwa diskusi terkait dengan peran sektor swasta dalam pengembangan perkotaan sangat signifikan. “Tata kelola dan pengembangan kota seharusnya melibatkan banyak pihak, tidak hanya dari pemerintah namun juga sektor swasta dan juga Perguruan Tinggi” ungkapnya.
Pembicara kunci dalam kuliah umum ini adalah Mulya Amri, Ph.D (urbanist dan Direktur Program di Jakarta Property Institute) yang dipandu oleh Komara Djaja, S.E.. M.Sc., Ph.D yang tak lain salah satu staf pengajar di SKSG UI. Mulya Amri berbicara mengenai “Private Sector Role and Approaches to Urban Development”, menurutnya kota dengan perencanaan lahan yang baik tidak hanya dapat mewujudkan kota yang layak huni bagi masyarakatnya, namun juga memberi ruang bagi perekonomian untuk terus berkembang. “Sayang, hal ini belum dirasakan di Jakarta. Kegagalan Jakarta merencanakan penggunaan lahan secara efektif mengakibatkan banyak masalah. Kota ini terbentang horizontal, tercermin pada rumah dan Gedung berketinggian rendah yang mengambil banyak lahan dan menyebabkan melambungnya harga hunian” papar Amri.
Selanjutnya, menurut Amri, masalah tersebut diperparah dengan kondisi transportasi masal di Jakarta yang belum melibatkan pihak selain pemerintah, dan belum ada mekanisme pendanaan yang menguntungkan pemda. “Maka dari itu sektor swasta menjadi salah satu pihak yang dapat membantu membiayai pembangunan kota”, sambungnya.
Setidaknya ada tiga hal yang bisa dilakukan sektor swasta untuk membantu pengembangan perkotaan menurut Amri. Pertama obligation-based, yaitu kewajiban pengembang menyediakan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan rusun murah berdasarkan izin lokasi/surat persetujuan prinsip pembebasan lokasi, izin prinsip pemanfaatan ruang, kompensasi kelebihan koefisiensi lantai bangunan. Kedua Development Rights, dimana dapat digunakan untuk memaksimalkan penggunaan lahan dan meningkatkan intensitas kepadatan pembangunan dengan memberi insentif bagi semua pihak, bagi yang ingin mengembangkan lahannya ataupun tidak. Ketiga, land value capture, konsep ini memungkinkan pendanaan infrastruktur kota yang memanfaatkan kenaikan nilai tambah akibat pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah. Sebagai contoh sudah dilakukan di Hongkong dan Singapura.
Jakarta Property Institute sendiri merupakan organisasi non-profit berbasis keanggotaan dengan misi murni membangun kota yang lebih baik secara bersama-sama yang bertujuan untuk bekerjasama dengan multi-pihak demi terciptanya kota yang layak-huni (livable) dan sejahtera bagi seluruh warga.
(red:Deni Febrian; pict: PW)
[ngg src=”galleries” ids=”10″ display=”basic_thumbnail” override_thumbnail_settings=”1″ thumbnail_width=”160″ thumbnail_height=”120″ number_of_columns=”4″]