Berita & Info

Rumah Perdamaian Universitas Indonesia Selenggarakan Diskusi Publik Bertajuk “Kashmir: A Fair Solution”

BeritaSeminar

Rumah Perdamaian Universitas Indonesia Selenggarakan Diskusi Publik Bertajuk “Kashmir: A Fair Solution”

Senin (16/2019) Rumah Perdamaian Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia bekerja sama dengan Kedutaan Besar Republik Islam Pakistan untuk Indonesia mengadakan diskusi publik bertajuk “Kashmir; A Fair Resolution”. Acara ini berlangsung di gedung IASTH lantai 3 Universitas Indonesia Kampus Salemba, yang juga dihadiri oleh 156 akademisi dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di wilayah Jabodetabek. Diangkatnya tema ini sebagai bahan diskusi mengingat bahwa tensi konflik yang terjadi sejak tahun 1947 di wilayah ini kembali meningkat sejak awal Agustus 2019 lalu. Terdapat empat pembiacara yang mengisi materi dalam diskusi ini, yaitu H.E Abdul Salik Khan (Duta Besar Republik Islam Pakistan), Baskoro Nugroho Ajie (Direktorat Asia Selatan dan Tengah Kementerian Luar Negeri), Dr. Mulawarman Hannase (Dosen Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia), dan Abu Aly (Dosen IAIN Laa Roiba Bogor). Selain itu, turut hadir pula Drs. Zahir Khan, Ketua Umum Forum Solidaritas Kashmir, yang juga meberikan jawaban-jawaban terkait pertanyaan mengenai Kashmir dalam sesi diskusi.

Acara ini dibuka oleh Direktur SKSG Dr. Muhammad Luthfi Zuhdi. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan bahwa Bangsa Indonesia perlu membantu dan terlibat dalam diplomasi terkait masalah Kashmir, serta terus mendorong semua pihak agar dapat menyelesaikan masalah ini dengan adil. Beliau juga mengarapkan agar diskusi publik ini dapat memberikan wawasan bagi masyarakat luas. Selain itu, beliau juga menjelaskan secara singkat tentang Rumah Perdamaian yang merupakan pusat kajian riset yang meneliti masalah-masalah nasional maupun internasional. Kontribusi Rumah Perdamaian terlihat dalam upaya deradikalisasi para mantan napi terorisme dengan menyediakan layanan e-commerce yang memudahkan usaha mereka pasca ditahan.

Duta Besar Pakistan, Dr. Salik Khan, memberikan sambutan sekaligus menyampaikan beberapa materi terkait Kashmir. Isu Kashmir merupakan konflik yang upaya penyelesaiannya telah lama dilakukan oleh PBB. Berdasarkan jumlah populasi, Kashmir didominasi oleh penduduk Muslim sebanyak 78% dan penduduk Hindu sebesar 19%, sedangkan sisanya merupakan penganut Budha dan keyakinan lainnya. Konflik Kashmir bermula dari permasalahan partisi yang melibatkan Pakistan dan India. Tidak hanya India dan Pakistan, Cina juga terlibat dalam perebutan di sana. Sejak tahun 1947, Kashmir terbagi menjadi tiga bagian. India menguasai Jammu, Ladakh, dan Kashmir Valley. Pakistan menguasai Gilgit-Baltistan dan Azad Kashmir. Adapun China menguasai Aksai Chin dan Shaksgam Valley. Pemerintah Pakistan sangat mengharapkan atensi masyarakat internasional terkait masalah ini. Di samping itu, Pemerintah Pakistan juga mendorong seluruh bangsa untuk memaksa India mengakhiri pendudukan di Kashmir. Dr. Salik Khan, dalam penyampaian materinya juga menekankan perwujudan stabilitas keamanan dan perdamaian di Kashmir. India juga dituntut untuk menghentikan pembatasasn akses komunikasi, suplai makanan dan obat-obatan. Di samping itu, India juga harus menarik pasukan militer dari sana, serta menerima rekomendasi PBB untuk melakukan investigasi terhadap kekerasan kemanusian yang terjadi di Jammu dan Kashmir.

Dr. Mulawarman Hannase melihat isu Kashmir tidak jauh berbeda dengan konflik-konflik yang terjadi di berbagai dunia. Penyebab konflik yang saat ini terjadi, termasuk di Kashmir, dapat dilihat dari empat sudut pandang, yaitu sektarianisme, proxy war, permasalahan ekonomi, serta kemunculan kelompok-kelompok militan. Isu sektarianisme merupakan salah satu pemicu krusial terjadinya konflik, terutama di Timur Tengah. Hal itu, menurut Dr. Mulawarman juga terjadi di Kashmir, mengingat dua agama dengan penganut terbesar di Kashmir adalah Islam dan Hindu. Isu sektarianisme ini juga mewarnai intensitas konflik Kashmir. India dan Pakistan yang memperebutkan Kashmir juga dipandang sebagai proxy bagi negara-negara besar.

Tidak hanya itu, permasalahan ekonomi juga merupakan salah satu faktor mengapa Kashmir terus diperebutkan oleh India dan Kashmir. Kashmir merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, terutama air, pembangkit listrik tenaga air, agrikultur, kerajinan tangan, dan industri pariwisata. Yang terakhir, sebagaimana yang terjadi pada konflik-konflik di dunia, kemunculan kelompok-kelompok militan juga turut memperburuk keadaan di Kashmir. Di akhir penyampainnya, beliau juga menyampaikan bahwa meski netral, Indonesia tetap dapat memainkan peran yang signifikan dalam resolusi konflik di Kashmir. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mendorong PBB untuk kembali menerapkan resolusi tahun 1948 dalam referendum dengan memberikan kebebasan kepada masyarakat Kashmir untuk menentukan nasibnya.

Baskoro Nugroho Ajie, Direktorat Asia Selatan dan Tengah Kementerian Luar Negeri RI, menyampaikan bahwa Indonesia terus memainkan perannya dalam menjaga stabilitas dan keamanan di dunia. Indonesia juga memiliki hubungan baik dengan India maupun Pakistan. Hubungan bilateral Indonesia dengan kedua negara terlihat dalam hubungan kerja sama ekonomi, pertahanan, dan lain sebagainya. Bahkan, hubungan Indonesia dengan Pakistan telah terjalin sejak lama ketika pejuang-pejuang Pakistan ikut serta dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1947. Dukungan terkait Kashmir ditandai dengan dukungan Indonesia terhadap pernyataan anggota negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI) mengenai pentingnya peneyelesaian konflik di Jammu dan Kashmir, terutama hal-hal yang berkenaan dengan permasalahan kemanusiaan. Di PBB, Indonesia juga aktif melakukan diskusi dengan negara-negara lain untuk menemukan solusi yang paling efektif terkait masalah Kashmir.

Rumah Perdamaian sebagai pusat kajian dan riset Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia menekankan bahwa Indonesia berkomitmen mendukung penyelesaian permasalahan Kashmir secara adil dan bijaksana. Hal itu sejalan dengan komitmen Indonesia dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan.

(red: Riskiansyah Ramadhan; pict: PW)

(Klik untuk Dokumentasi Kegiatan)