Berita & Info

SEMINAR NASIONAL: Arah Kebijakan Pembaharuan Hukum Pidana: Sumbangan Pemikiran Multidisiplin Ilmu Terhadap Perkembangan Hukum Pidana

Uncategorized @id

SEMINAR NASIONAL: Arah Kebijakan Pembaharuan Hukum Pidana: Sumbangan Pemikiran Multidisiplin Ilmu Terhadap Perkembangan Hukum Pidana

Globalisasi membuka peluang sekaligus tantangan bagi bangsa Indonesia baik di bidang ekonomi, sosial dan budaya. Globalisasi melahirkan berbagai kejahatan transnasional yang mengancam ketahanan nasional, oleh karena itu diperlukan instrumen pencegahan dan pengendalian kejahatan yaitu hukum pidana. Perkembangan hukum pidana saat ini menguat dengan munculnya keadilan restoratif, yang memerlukan kajian akademis berbasis multidisiplin untuk mengkaji hukum pidana di Indonesia. Pesan tersebut disampaikan oleh Dr. Muhammad Luthfi selaku Direktur Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI) dalam Seminar Nasional Arah Kebijakan Pembaharuan Hukum Pidana bertempat di Hotel JS Luwansa pada hari Kamis 28 Maret 2019.

Seminar bertema “Arah Kebijakan Pembaharuan Hukum Pidana: Sumbangan Multidisiplin Ilmu terhadap Perkembangan Hukum Pidana” tersebut merupakan hasil kerjasama antara Program Stufi Ketahanan Nasional SKSG UI dan Direktorat Administrasi Hukum Umum (AHU)  Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.

Hadir sebagai pembicara kunci Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Dr. Yasonna Laoly yang dalam sambutannya menyatakan bahwa pembaharuan hukum pidana di Indonesia sangat mendesak karena perubahan yang terjadi di masyarakat sangat dinamis. Pembaharuan harus menyesuaikan dengan konteks sosiologis dan politis di masyarakat.

Seminar dihadiri oleh Dirjen di Kementerian Hukum dan HAM, para Guru Besar Hukum, para Kaprodi SKSG UI, mahasiswa hukum serta para pemerhati hukum yang konsen dengan isu perkembangan hukum pidana di indonesia.

Masukan dari para Narasumber dalam seminar ini dapat diringkaskan sebagai berikut: (a) Prof. Dr. Ronny Nitibaskara menekankan paradoks yang dihadapi Polisi, Jaksa, Hakim, Advokat, Politisi, Dosen, Masyarakat, yaitu antara perilaku menegakkan hukum dengan menggunakan hukum, memang agak sulit dibedakan, kebetulan keduanya memang saling melengkapi.

Menegakkan hukum tanpa menggunakan hukum dapat melahirkan tindakan sewenang-wenang (abus de droit), sebaliknya menggunakan hukum tanpa berniat menegakkan hukum dapat menimbulkan ketidakadilankepastian hukum dan membawa keadaan seperti tanpa hukum (lawless). Prof Ronny Nitibaskara mengemukakan adanya 10 problematika kelemahan dalam hukum pidana. (b) Prof. Dr. Harkristuti Harkrisnowo mementingkan terminologi hukum pidana dalam membahas tiga hal utama yaitu Hukum Pidananya, Pertanggungjawaban Pidana dan Sanksi. Selain itu, ia juga sepakat bahwa masalah yang harus dikaji adalah pelaku dan perilaku kejahatan dengan gangguan jiwa, kejahatan seksual, memaknai kehendak & voluntariness perilaku, dan pembuktian dalam beracara hukum pidana. (3) Prof. Dr. Gayus Lumbuun menambahkan pentingnya pembaharuan hukum pidana dalam Rancangan KUHP dilandasi semangat dekolonisasi, konsolidasi dan harmonisasi hukum pidana nasional. Selanjutnya, (4) Dr. A. Josias Simon Runturambi dan (6) Dr. Junior Gregorius, mengangkat perlunya kajian lebih dalam penguatan keadilan restoratif masyarakat lokal,dan dimasukkannya cultural defense atau pembelaan atas dasar budaya dalam rancangan KUHP. Pembicara sesi terakhir (7) Prof Dr. Muhammad Mustofa menguraikan perlunya rasionalitas penelitian hukum dalam perspektif metode penelitian ilmiah dan (8) Prof. Dr. Valerine Kriekhoff menekankan pentingnya fokus pada aplikasi metode penelitian yang bernuansa empiris dalam ranah pembaharuan hukum pidana. (Doc: PW)

[ngg src=”galleries” ids=”14″ display=”basic_thumbnail” override_thumbnail_settings=”1″ thumbnail_width=”160″ thumbnail_height=”120″ images_per_page=”12″ number_of_columns=”4″ show_slideshow_link=”0″]