SKSG UI Selenggarakan Diskusi Publik “Digitalisasi: Peluang dan Tantangan Keuangan Syariah”
April 14, 2022 2024-12-20 10:40SKSG UI Selenggarakan Diskusi Publik “Digitalisasi: Peluang dan Tantangan Keuangan Syariah”
SKSG UI Selenggarakan Diskusi Publik “Digitalisasi: Peluang dan Tantangan Keuangan Syariah”
Depok, 8 April 2022. Sekolah Kajian Stratejik dan Global UI menyelenggarakan diskusi publik yang mengusung tema “Digitalisasi: Peluang dan Tantangan Keuangan Syariah”. Acara ini diselenggarakan secara offline dan daring melalui zoom meeting yang disiarkan melalui akun youtube, Sekolah Kajian Stratejik dan Global, UI.
Dalam sambutannya, Ketua Program Studi Kajian Wilayah Timur Tengah dan Islam SKSG UI, Yon Machmudi, Ph.D. mengatakan bahwa “Kami dari Kajian Wilayah Timur Tengah dan Islam merasa bersyukur atas inisiatif kegiatan yang luar biasa yang dilakukan oleh para mahasiswa dan terhimpun dalam Himpunan Mahasiswa Kajian Wilayah Timur Tengah dan Islam. Salah satu diskusi yang kita akan lakukan yaitu Digitalisasi: Peluang dan Tantangan Keuangan Syariah,”sambutnya.
Kajian Wilayah Timur Tengah dan Islam sangat tertantang dan selalu berusaha terdepan dalam mengambil respon tantangan serta mengambil peluang dalam digitalisasi keuangan syariah. Hal tersebut, penting untuk direspon secara hukum tentang digitalisasi dan bagaimana itu semua bisa diambil peluang-peluangnya karena harus terus berinovatif dalam menyambut tantangan dan peluang terkait digitalisasi.
Direktur Sekolah Kajian Stratejik dan Global UI, Athor Subroto, Ph.D. turut memberikan sambutan “Pengukuhan ini mengambil tema yang luar biasa yaitu Digitalisasi: Peluang dan Tantangan Keuangan Syariah. Digitalisasi tentu akan mempermudah, memperbesar setiap insan yang terlibat di dalam keuangan syariah. Sekali lagi, saya berharap event hari ini akan banyak membawakan diskusi yang sangat menarik dan narasumber yang bagus. Saya yakin ini akan membawa manfaat yang besar buat kita semua umumnya untuk perkembangan syariah,” ujarnya.
Ketua Ikatan Ahli Ekonomi Islam, Prof. Dr. Nurul Huda, SE., MM., M.Si. menyampaikan bahwa posisi Indonesia dalam keuangan syariah global tahun 2020 berdasarkan ranking global berada di ranking ke 7 dengan jumlah total aset sebesar 99 U.S. Dollar. Pada perbankan syariah berada di ranking ke 10 dengan jumlah total aset sebesar 38 U.S. Dollar. Kemudian, pada asuransi syariah berada di ranking ke 5 dengan jumlah total aset sebesar 3 U.S. Dollar. Sedangkan, pada non-bank syariah lainnya berada di ranking ke 10 dengan jumlah total aset sebesar 1 U.S. Dollar. Pada, sukuk berada di ranking ke 3 dengan jumlah total aset sebesar 57 U.S. Dollar. Terakhir, pada reksadana syariah berada di ranking ke 5 dengan jumlah total aset sebesar U.S. 3 Dollar.
“Di tahun 2020, di aset keuangan syariah terus mengalami kenaikan baik dari sisi perbankan syariah, IKNB syariah, ataupun pasar modal syariah. Trendnya mengalami kenaikan dari 2016 sampai dengan 2020. Sekali lagi, memberikan cukup sinyal dari sisi aset dan cukup kuat karena terus mengalami peningkatan berdasarkan data dari otoritas jasa keuangan (OJK),” paparnya.
“Potensi digitalisasi Indonesia riset di tahun 2019, kita bisa katakan bahwa 72% penduduk Indonesia tertarik pada digitalisasi. Sebenernya sinyal, artinya kita siap untuk bersaing di dalam konsep digitalisasi di dalam industri keuangan syariah. Kalau kita buka lagi dari riset itu, 48% itu sangat antusias akan adanya perubahan teknologi. Kemudian, 24% siap melakukan adaptasi. Lalu, yang agak khawatir dengan adanya digitalisasi itu 27% dan yang menolak adanya digitalisasi adalah 1%,” ujarnya.
Trend pertumbuhan digitalisasi sektor jasa keuangan pada tahun 2021 terdapat transaksi digital banking yang diproyeksikan mencapai Rp 35.600 T, atau tumbuh 30,1% dibandingkan tahun lalu yang sebesar Rp 27.036 T. Hingga sem. 1-2021, transaksi digital banking telah mencapai Rp 17.901 T, tumbuh 39% secara tahunan. Dalam hal ini, OJK mencatat 3.074 kantor cabang bank umum tutup sejak 2015 sampai Maret 2021 yang diakibatkan oleh peningkatan transaksi digital.
Peluang dan tantangan keuangan syariah di era digitalisasi yaitu pertama, inovasi berbasis digital dan perluasan digitalisasi layanan yang terintegrasi ke berbagai sektor menjadi kebutuhan yang mendesak saat ini. Kedua, pengembangan teknologi digital juga harus didukung oleh kualitas SDM yang adaptif, mandiri, produktif, dan berdaya saing. Ketiga, investasi yang cukup besar.
Maka dari itu, terdapat langkah-langkah yang harus dilakukan yaitu sumber daya manusia atau digital talent yang handal untuk dapat berinovasi, budaya digital sebagai konsep yang menggambarkan bagaimana teknologi dan internet membentuk dan mempengaruhi interaksi dan komunikasi manusia, infrastruktur teknologi digital dengan mempersiapkan jaringan, open banking, applications programming interface, big data analytics, cloud system, serta elemen digital lain yang ada di dalam ekosistem.
Anggota Komisi XI DPR RI, Ali Hasan Munim memaparkan bahwa konsumsi produk halal di Indonesia diproyeksikan meningkat menjadi U.S 282 Dollar miliar pada 2025 berdasarkan data Dinas Standard. Nilai tersebut akan meningkat 53% dari U.S 184 Dollar pada 2020.
“Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia pada tahun 1983, Indonesia berencana menerapkan sistem bagi hasil, pada tahun 1988 pemerintah mengeluarkan paket kebijakan deregulasi perbankan (Pakto 88), lalu pada tahun 1990 inisiatif pendirian Bank Islam Indonesia dimulai, pada tahun 1990 MUI membentuk kelompok kerja mendirikan Bank Islam di Indonesia, pada tahun 1991-1992 berdiri dan mulai beroperasinya bank syariah pertama di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, serta pada tahun 1998 lahir UU No. 10 Tahun 1998 yang terdapat dua sistem dalam perbankan yaitu konvensional dan syariah,” ujarnya.
Keunggulan ekonomi syariah yaitu kebebasan bagi individu untuk membuat keputusan, pengakuan terhadap hak kepemilikan individu terhadap harta dan hak untuk memiliki harta, ketidaksamaan ekonomi dalam batas yang wajar, jaminan sosial dan hak untuk hidup bagi individu dalam sebuah negara, serta adanya distribusi kekayaan islam. Sedangkan, kekurangan ekonomi syariah yaitu lambatnya perkembangan literatur ekonomi islam, lebih dikenal dengan praktik ekonomi konvensional, kurangnya pengetahuan sejarah ekonomi islam, tidak adanya representasi ideal negara, serta pendidikan masyarakat yang masih mengedepankan materialism.
Fokus kegiatan OJK Triwulan II-IV 2021 sesuai arahan komisi XI DPR-RI pada lapsing 6 April 2021 yaitu meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah yang memiliki literasi keuangan yang rendah dengan pemenuhan kebutuhan pengawal dan peningkatan kemampuan pegawai, peningkatan fungsi perlindungan konsumen, penguatan infrastruktur sistem informasi, serta penyediaan penasehat hukum eksternal.
Beliau juga menjelaskan bagaimana strategi Indonesia ke depannya yaitu dengan halal mutual recognition agreement (MRA) dengan seluruh negara tujuan ekspor, kodifikasi produk halal dalam mekanisme informasi perdagangan, integrasi informasi halal ke dalam harmonized system code, serta traceability produk halal secara massif khususnya di sektor hulu.
Selanjutnya, Direktur ALAMI Institute Ph.D. Candidate In Economics at Lancaster University Management School, Wachid. A. Muslimin, M.SI. menyampaikan bahwa the growth of halal financial industry itu sangat luar biasa perkembangannya di tahun 2019 mencapai U.S 2.89 triliun dan diharapkan pada tahun 2024 naik menjadi U.S 3.27 triliun.
“Ini juga ditopang dengan muslim Indonesia yang jumlahnya sampai 231 million. Kalau kita bandingkan dengan muslim-muslim yang ada di ASEAN yang hanya sebesar 275 million people jadi 80% muslim di ASEAN itu ada di Indonesia. Kemudian, dengan adanya UMKM financing gap artinya ada gap yang disupply dengan yang dibutuhkan oleh para UMKM. Berdasarkan data di IFC 2019, demandnya ada U.S 165 billion sedangkan yang baru disupply baru U.S 57 billion,” ujarnya. ALAMI produk, mempunyai ALAMI P2P dan Hijra Bank App. ALAMI P2P menyediakan suatu digital platform yang menghubungkan antara para investor dan para UMKM atau orang-orang yang membutuhkan dana tanpa pihak ketiga. Sedangkan, Hijra Bank App dibuat karena di Indonesia diatas usia 15 tahun sebanyak 48% hampir 50% masih tidak mempunyai rekening, maka dengan adanya digital banking sangat memudahkan sekali.