Berita & Info

Wajid Fauzi: Timur Tengah Menjadi Pelajaran Bagi Indonesia

Uncategorized @id

Wajid Fauzi: Timur Tengah Menjadi Pelajaran Bagi Indonesia

Kajian Terorisme Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia pada Kamis (14/03) mengadakan seminar bertajuk Metamorfose Konflik dan Radikalisme di Timur Tengah Pasca Arab Spring. Acara yang diselenggarakan di UI Kampus Salemba ini diisi oleh Wajid Fauzi, Duta Besar Republik Indonesia untuk Suriah. Hal ini menimbang perubahan yang terjadi di kawasan Timur Tengah berupa konflik dan kelompok radikalisme yang ideologinya menyebar ke hampir seluruh dunia.
Pada sambutannya, Direktur SKSG yang diwakilkan oleh Ketua Program Studi Kajian Wilayah Timur Tengah dan Islam, Yon Machmudi, berharap bahwa dinamika kawasan Timur Tengah yang selalu diwarnai konflik ini ke depannya dapat dijadikan kajian mengenai rekonsiliasi perdamaian dan kesejahteraan. Kegiatan yang dimoderatori oleh Ketua Program Studi Kajian Terorisme, Muhamad Syauqillah, ini dihadiri oleh hampir 150 peserta dengan latar belakang akademisi maupun praktisi di bidang ketahanan dan hak asasi manusia.

Wajid Fauzi, Duta Besar Republik Indonesia untuk Suriah

Wajid memaparkan bahwasanya Arab Spring adalah momentum ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintah karena banyaknya pengangguran, kemiskinan dan sistem pemerintahan yang tidak transparan. Protes yang pada awalnya merupakan tuntutan perbaikan dalam pemerintah dan sistem menjadi tuntutan untuk mengganti rezim. Metamorfosa yang terjadi di Yaman dan Suriah bahkan belum usai. Konflik di Yaman bertransformasi menjadi isu sektarian, sedangkan Suriah hingga saat ini masih berada di tangan presiden dengan intervensi asing.
“Turunnya seorang penguasa tidak serta merta diikuti oleh harapan yang baru,” tekannya.
Metamorfosa Arab Spring di Timur Tengah ini pun kembali diperparah dengan munculnya kelompok radikalisme di beberapa kawasan, seperti Al-Qaeda in Arabian Peninsula (AQAP) dan ISIS. Intervensi negara asing dalam konflik Timur Tengah juga turut memanaskan situasi. Sementara politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif tidak turun dalam konflik tersebut. Namun menghormati segala upaya perdamaian yang dilakukan sambil terus menjaga keamanan warga negara yang berada di wilayah tersebut.

Polarisasi yang bermula dari ketidakpuasan berkembang menjadi perpecahan antar suku, sekte dan penyokong kekuatan. Ia pun mengambil pelajaran bahwa Indonesia yang memiliki ribuan suku dan bahasa, namun dapat disatukan dengan Bhineka Tunggal Ika. Sedangkan ratusan suku di Timur Tengah dengan bahasa yang sama dapat saling berkonflik. Perbedaan ideologi jangan sampai menjadi perpecahan. Sehingga apa yang terjadi di Timur Tengah menjadi pelajaran bagi Bangsa Indonesia.

Sebagai warga negara Indonesia yang berada di sana, saya bersyukur memiliki Indonesia yang majemuk dan menghormati satu sama lain. Meski tidak yang terbaik, tapi kita punya bangsa yang aman” kata duta besar yang pernah bertugas di Yaman ini.

Pada akhir acara, Muhamad Syauqillah memberikan tiga kesimpulan dari hasil paparan nara sumber dan diskusi, yaitu penyebaran ide gagasan yang bernuansa aksi teror dan radikalisme, metamorfosa ada di hampir seluruh dunia, dan distabilitas kawasan untuk menyelesaikan masalah kebangsaan. Arab Spring di satu kawasan tidak bisa disamakan dengan kawasan lainnya.

 

(red: Dhita Ayomi P.; pict: PW)

[ngg src=”galleries” ids=”12″ display=”basic_thumbnail” override_thumbnail_settings=”1″ thumbnail_width=”160″ thumbnail_height=”120″ images_per_page=”16″ number_of_columns=”4″ slideshow_link_text=”Gallery”]