ISIS Kalah, Bagaimana Amerika di Suriah?
April 11, 2019 2024-12-20 10:40ISIS Kalah, Bagaimana Amerika di Suriah?
Kalahnya kelompok teroris ISIS di Suriah menimbulkan pertanyaan baru. Bagaimana kini posisi Amerika di Suriah? Sebelumnya keberadaan Amerika adalah untuk mengintervensi koalisi yang sudah ada dalam rangka menghilangkan kekuatan ISIS. Maka Himpunan Mahasiswa (HIMA) Kajian Timur Tengah dan Islam (KTTI) Universitas Indonesia menginisiasi diskusi bertema Kebijakan Amerika di Timur Tengah Pasca Kekalahan ISIS pada Selasa (9/4) lalu. Acara yang menghadirkan narasumber Ben Perkasa Drajat, kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kawasan Amerika dan Eropa, Kementrian Luar Negeri, diselenggarakan di Gedung IASTH Kampus UI Salemba.
Pada sambutannya, ketua program studi KTTI, Yon Machmudi, Ph.D mengatakan bahwa acara ini masuk ke dalam ranah salah satu peminatan studi kawasan Timur Tengah yaitu Politik dan Hubungan Internasional. Tiga peminatan lainnya, Ekonomi dan Keuangan Syariah, Psikologi Islam dan Kajian Islam, juga memiliki porsi kegiatan masing-masing. Sehingga diskusi dan seminar dapat menjadi ajang tukar ilmu dalam mengkaji kawasan yang lebih luas, terlebih Pak Ben selaku narasumber adalah praktisi ahli di Kemenlu RI.
Diskusi yang juga dihadiri oleh mahasiswa dari kajian dan universitas lain ini pun diawali oleh Ben Perkasa dengan penjabaran mengenai kebijakan luar negeri Amerika pada masa Presiden Donald Trump. Ia menilai bahwa arah kebijakan tersebut berubah dari liberalisme pada masa Obama menjadi realisme. Perangai keras Trump ini juga berimbas pada arah kebijakan Amerika lainnya. Termasuk kebijakan Amerika di Timur Tengah. America First menjadi acuan kebijakan politik Donald Trump, bagi Trump menjaga kestabilan Amerika lebih utama dibanding menjaga keamanan internasional.
Setidaknya kepentingan Amerika pada Timur Tengah adalah energi, koalisi dengan Amerika untuk melawan Iran, serta melawan ISIS dan radikalisme. Menurut Ben, kebijakan Amerika pada konflik yang terjadi di Suriah adalah krusial. Maka setelah kejatuhan ISIS Trump pada Desember 2018 memulai untuk menarik pasukannya dari Suriah. Pasukan Amerika untuk penjaga perdamaian per Februari 2019 disisakan 200 personel untuk jangka waktu tertentu, dan ini bisa jadi menjadi masalah baru dikemudian hari.
Lebih lanjut, alumni University of Hiroshima ini menjelaskan bahwa Amerika telah membebaskan teritori Suriah dan Irak yang pernah dikuasai ISIS bersama dengan koalisinya. Amerika pun tetap akan melawan ISIS dimanapun dan bagaimanapun mereka kelak akan beroperasi. Meski telah kalah di Suriah, namun kemungkinan munculnya kelompok teroris akan terus ada.
Imam Khomaeni Hayatullah, moderator pada acara ini, menyimpulkan pasca kekalahan ISIS, terdapat beberapa kemungkinan atas situasi di Timur Tengah. Sel kelompok ISIS masih dapat bangkit lagi, kekacauan di Suriah karena faksi yang beraliansi melawan ISIS dapat bertikai, Iran menjadi menonjol karena Amerika meninggalkan Suriah, Kurdi yang akan menghadapi Assad. Karena kondisi di Suriah dapat dikatakan meninggalkan Assad dengan bantuan Iran dan Rusia sebagai kelompok terkuat di Suriah pada hari ini.
(red: Dhita Ayomi).