Berita & Info

Kuliah Umum Perspektif Sosiologi Hukum Terorisme

Uncategorized @id

Kuliah Umum Perspektif Sosiologi Hukum Terorisme

Program Studi Kajian Terorisme Universitas Indonesia pada Jumat (24/5/2019) bersama dengan Himpunan Mahasiswa (HIMA) Kajian Terorisme menyelenggarakan kuliah umum dengan tajuk Perspektif Sosiologi Hukum dalam Kejahatan Terorisme. Kuliah umum perdana yang diselenggarakan oleh HIMA Kajian Terorisme UI tersebut menghadirkan Mantan Hakim Agung yang juga pengajar di Universitas Indonesia Prof. Dr. Gayus Lumbuun, S.H., M.H. dengan penanggap Guru Besar Universitas Indonesia Prof. Ronny Nitibaskara. Jalannya kuliah umum yang dihadiri peserta dari berbagai latar belakang termasuk mahasiswa dan peneliti dari berbagai universitas dan sekolah tinggi di luar Universitas Indonesia dipandu oleh dosen Kajian Terorisme UI Dr. Puspitasari. Kuliah umum Kajian Terorisme sebagai penutup jelang akhir semester genap tersebut begitu antusias diminati para peserta yang memenuhi Aula Gedung IASTH lantai 3 Universitas Indonesia.

Prof. Gayus Lumbuun memulai paparan kuliah umumnya dengan sebab dan latar belakang munculnya ancaman terorisme setelah Pemilihan Umum 2019. Salah satu nature ancaman terorisme adalah pemanfaatan stabilitas politik sebagai ruang untuk menjalankan aksi teror. Oleh sebab itu Kepolisian Republik Indonesia telah melakukan pencegahan dan berhasil menangkap beberapa orang terduga terorisme yang menjadi ancaman bagi seluruh komponen masyarakat pasca pengumuman KPU RI. Prof. Gayus melanjutkan bahwa pencegahan yang dilakukan oleh Polri dimungkinkan oleh sebab delik hukum terorisme bukan merupakan delik materiil yang mengharuskan jatuhnya korban untuk kepolisian melakukan penindakan. Isu lain yang diangkat adalah legislasi terorisme di Indonesia. Isu yang harus menjadi perhatian legislasi terorisme ialah instrumen dan modus operandi teror yang terus berkembang dan digunakan sebagai bentuk melawan hukum. Kemudian kuliah umum juga mendiskusikan penjatuhan hukuman mati bagi terpidana kasus terorisme. Pada prinsipnya dalam sudut pandang hakim menjatuhkan hukuman mati bukanlah opsi pertama dalam kasus apapun. Namun demikian perdebatan penjatuhan hukuman mati yang telah diuji dua kali di Mahkamah Konstitusi jelas tidak menyalahi konstitusi dan aturan yang berlaku Indonesia.

Paparan tersebut kemudian ditanggapi dan ditambahkan oleh Prof. Ronny Nitibaskara dalam kapasitasnya sebagai ahli kriminologi. Tanggapan kriminolog tersebut dimulai dengan nature pelaku teror yang berkembang dengan konsep jihadis siap mati dengan keyakinan imbalan surga, fenomena tersebut harus dipandang sebagai sebuah aksi rasional yang didasari oleh perhitungan untung dan rugi. Sekalipun pandangan siap mati tersebut sulit ditemukan rasionalisasinya oleh publik minimal pandangan pelaku teror siap mati adalah pandangan rasional bagi pelaku teror itu sendiri. Kesadaran dan rasionalisasi pelaku teror itu tentunya merupakan hasil konstruksi pikiran yang kerap dipengaruhi oleh proses radikalisasi dan lingkungan. Prof. Ronny Nitibaskara menambahkan bahwa perilaku teror yang berkembang tidak selalu harus didasari kepentingan yang sifatnya politis, terdapat kasus yang menunjukkan persoalan hutang piutang menjadi pendorong peristiwa bom Alam Sutera 2015 lalu. Oleh sebab itu untuk menutup tanggapannya Prof. Ronny menyatakan bahwa isu terorisme dan penanggulangannya mesti dikaji minimal dalam perspektif multidisipliner, seperti yang telah dikembangkan pada Program Studi Kajian Terorisme Universitas Indonesia.

[ngg src=”galleries” ids=”16″ display=”basic_thumbnail” override_thumbnail_settings=”1″ thumbnail_width=”160″ thumbnail_height=”140″ images_per_page=”8″ number_of_columns=”4″ show_slideshow_link=”0″] 

(red:Prakoso Permono ; Doc:PW)