Berita & Info

FGD SKSG: Menuju Depok Kota Layak Anak Melalui Hunian Vertikal

Berita

FGD SKSG: Menuju Depok Kota Layak Anak Melalui Hunian Vertikal

Tim pengabdian masyarakat program aksi UI untuk negeri yang diketuai oleh Dr. Muhammad Luthfi, direktur SKSG mengadakan Focus Group Discussion (FGD) pada Rabu (31/7) lalu. Dengan mengambil tema ramah anak di Kota Depok, penelitian ini menitikberatkan pada apartemen yang kini menjadi tren hunian masyarakat urban. Acara yang bertempat di Pusat Studi Jepang Universitas Indonesia ini dihadiri oleh para pakar arsitektur dan perkotaan, pemerintah daerah Kota Depok, Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Depok, Dinas Perlindungan Anak Kota Depok, Gugus Kota Layak Anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Real Estate Indonesia (REI) wilayah Jawa Barat, serta beberapa pengembang dan pengurus apartemen di Margonda Raya.

Program Kota Layak Anak (KLA) yang dicanangkan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah diselenggarakan Kota Depok berlandaskan Peraturan Daerah (Perda) No. 15 tahun 2013. Namun secara spesifik tidak ada aturan mengenai pelaksanaan kelayakan anak pada apartemen pada Perda tersebut. Begitu pula pada regulasi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang tertuang pada Perda No. 13 tahun 2013 mengenai standarisasi bangunan layak anak. Padahal menurut Rivalino Alberto, perwakilan DPD Real Estate Indonesia, hal tersebut dapat menjadi branding yang memiliki nilai jual tersendiri. Meskipun jumlah keluarga yang memiliki anak di area Margonda tidak banyak, namun secara berkelanjutan apartemen kelak akan menjadi pilihan banyak keluarga muda.

Ai Maryati Solihah, M.Si komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerangkan bahwa dalam KLA selain bentuk standar fisik bangunan dan lingkungan, juga terdapat jaminan pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak yang dilakukan secara terencana, menyeluruh serta berkelanjutan. Perlindungan khusus anak agar dapat tumbuh kembang optimal pun perlu mendapat perhatian, yaitu dimulai dari lingkungan rumah.

Hal tersebut senada dengan paparan yang diberikan oleh Joko Adianto, S.T., M.Ars., Ph.D., IAI. dari Departemen Arsitektur Fakultas Teknik UI. Menurutnya, KLA dimulai dari hal mikro seperti rumah dan lingkungan sekitar. Lingkungan apartemen banyak mendapat stigma negatif terlebih dalam hal sosial. Seharusnya penghuni apartemen dapat hidup lebih komunal karena memiliki gedung, tanah dan fasilitas bersama. Maka perlu ada paguyuban dan kelembagaan masyarakat yang dapat mengelola penghunian. Ia pun memberikan saran bahwa tim ahli harus disertakan dalam perijinan bangunan untuk menjamin bangunan yang layak anak.

Diskusi dilanjutkan dengan masukan dan langkah yang akan ditempuh ke depannya. Pemerintah Kota Depok dan pengelola apartemen berupaya untuk bekerja sama dalam mewujudkan Depok Kota Layak Anak. “Karena dari lingkungan dan komponen masyarakatlah masa depan Indonesia dipertaruhkan,” tutur Dr. Muhammad Luthfi.

(red: Dhita Ayomi)