KWJ UI di Osaka: Pelatihan Bahasa Jepang di The Japan Foundation Kansai, Tajiri-Cho, Osaka-fu, Jepang
September 13, 2019 2024-12-20 10:40KWJ UI di Osaka: Pelatihan Bahasa Jepang di The Japan Foundation Kansai, Tajiri-Cho, Osaka-fu, Jepang
KWJ UI di Osaka: Pelatihan Bahasa Jepang di The Japan Foundation Kansai, Tajiri-Cho, Osaka-fu, Jepang
Osaka (2019), Perusahaan Osaka Gas mensponsori dua mahasiswa Kajian Wilayah Jepang dari Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia untuk mengikuti program 2019CA/OG2 atau Japanese-Language Program for Specialists in Cultural and Academic Fields selama 2 bulan di Osaka, Jepang. Program pelatihan bahasa Jepang ini diperuntukkan bagi peneliti dan spesialis yang bidang penelitiannya berkaitan dengan Jepang. Selain pelatihan bahasa, program ini juga menyediakan kesempatan untuk mengembangkan penelitian mereka. Setiap tahunnya, Osaka Gas membiayai dua mahasiswa Kajian Wilayah Jepang, Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia. Pada tahun 2019, Bintang Aulia dan Althaf Gauhar Auliawan terpilih untuk menjadi perwakilan dari Universitas Indonesia.
Selama dua bulan, seluruh peserta tinggal di asrama The Japan Foundation, Kansai untuk mengikuti program pelatihan bahasa Jepang setiap Senin hingga Jumat. Pada minggu pertama, seluruh peserta diberikan tes bahasa Jepang untuk mengetahui kemampuan masing-masing peserta. Kelas bahasa Jepang kemudian dibagi menjadi tiga tingkat; tingkat dasar, tingkat menengah, dan tingkat lanjutan. Dari kelas tersebut, peserta dapat meningkatkan kemampuan bahasa Jepang mereka berdasarkan kemampuan yang dimiliki masing-masing. Peserta juga diberikan tur fasilitas The Japan Foundation Kansai, kelas-kelas mengenai cara menggunakan fasilitas perpustakaan Jepang, mencari literatur Jepang menggunakan mesin pencarian Jepang, cara mengirim e-mail, dan banyak lainnya. Seluruh peserta juga diberikan pilihan untuk mengikuti kelas-kelas lain, seperti kelas menulis huruf Kanji Jepang, kelas Kaiwa (percakapan bahasa Jepang), dan Bunka Taiken (kelas budaya). Di dalam kelas budaya, peserta secara mendapatkan pengalaman menarik tentang budaya Jepang, seperti praktek Sadoo (upacara minum teh), dan Shodoo (menulis kaligrafi Jepang). Selain itu, pengalaman di luar kelas juga dilakukan, seperti kunjungan ke rumah orang Jepang dan menonton Bunraku (teater boneka Jepang) di Osaka.
Selain pengalaman budaya dan kelas-kelas bahasa Jepang, Japan Foundation juga memberikan kesempatan bagi para peserta untuk melakukan penelitian masing-masing di luar jadwal kelas. Untuk menunjang kegiatan penelitian, masing-masing peserta mendapat tutor yang dapat membantu proses pengumpulan data penelitian, terutama ketika data yang didapatkan merupakan data berbahasa Jepang. The Japan Foundation juga memberikan waktu dan biaya perjalanan penelitian selama satu minggu di akhir bulan Juni ke Tokyo. Di bulan Juli, para peserta juga dapat mengikuti forum diskusi yang diselenggarakan oleh The Japan Foundation bersama mahasiswa S2 Universitas Kobe selama satu hari. Di sana, seluruh peserta bertukar opini mengenai efektivitas pembelajaran bahasa asing di negara masing-masing, soft diplomacy Jepang di dunia, serta langkah-langkah efektif dalam menangani isu lingkungan.
Di akhir program, seluruh peserta mendapat kesempatan untuk mempresentasikan penelitian mereka di depan staf The Japan Foundation serta tamu-tamu lain dari area sekitar Tajiri-cho, Osaka. Bintang Aulia mengusung tema pekerja perempuan di bidang konstruksi Jepang, dengan judul Nihon no Kensetsu Gyokai ni Okeru Josei no Katsuyaku Suishin (Kebijakan Mengenai Pekerja Perempuan dalam Dunia Konstruksi Jepang), sedangkan Althaf Gauhar Auliawan mengusung tema pendidikan, dengan judul AI Robotto wo Katsuyou Shita Eigo no Jyugyou (Pemanfaatan Robot Artificial Intelligence dalam Pengajaran Bahasa Inggris di Jepang).
Bintang membahas mengenai kebijakan dari Ministry of Land, Infrastructure, Transport and Tourism (MLIT) yang membahas mengenai partisipasi aktif perempuan dalam bidang konstruksi Jepang. Kebijakan yang dikeluarkan pada tahun 2014 ini merupakan bagian dari tiga panah ekonomi Perdana Menteri Shinzo Abe, Abenomics, dalam usahanya meningkatkan perekonomian di tengah menurunnya populasi Jepang. Panah ketiga dari Abenomics menargetkan partisipasi aktif perempuan dalam sektor publik meningkat menjadi 30% di tahun 2020. Bidang konstruksi, sebagai salah satu bidang yang merasakan dampak dari menurunnya populasi Jepang, berusaha meningkatkan partisipasi perempuan sebagai supervisor, engineer, maupun teknisi sebanyak 6%. Bintang menjabarkan usaha-usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah Jepang dalam merealisasikan tujuan tersebut. Salah satu contohnya adalah dengan memperbaiki fasilitas bagi perempuan di lokasi kerja, seperti toilet, ruang ganti, dan sebagainya. Berbagai perusahaan konstruksi juga membuat working group berisi perempuan, yang mendiskusikan serta berusaha menyelesaikan berbagai isu-isu perempuan di bidang konstruksi. Jam kerja panjang seringkali menyulitkan perempuan untuk menyeimbangkan kehidupan pekerjaan dan rumah tangga mereka, terutama ketika para perempuan tersebut baru saja menikah dan tengah membesarkan anak.
Sementara itu, Althaf membahas bagaimana jumlah guru yang aktif berbicara bahasa Inggris di Jepang tidak terlalu banyak, sementara tuntutan dunia Internasional akan penutur bahasa Inggris di Jepang semakin meningkat. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah setempat adalah bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan yang menciptakan robot kecerdasan buatan (AI) untuk sekolah, selain mengundang asisten pengajar bahasa Inggris (ALT) dari luar negeri. Robot AI dapat digunakan oleh para siswa untuk melatih kemampuan percakapan dalam bahasa Inggris (conversation) di dalam kelas secara praktis. Di dalam prakteknya, siswa dapat berbicara pada robot, yang kemudian akan membalas ucapan siswa tersebut dengan penilaian yang cukup akurat. Penggunaan robot AI sebagai pengganti tenaga pengajar dianggap dapat membantu siswa-siswi yang enggan berbicara dengan tenaga pengajar asli menjadi lebih berani lagi dalam berbicara bahasa Inggris, serta dapat memangkas biaya ALT yang cukup mahal. Meskipun demikian, penggunaan robot AI diharapkan bisa meningkatkan kemampuan bahasa Inggris para siswa ketika berbicara dengan manusia. Althaf menjabarkan hasil wawancara dengan Kodaka Mieko, kepala sekolah Toda Elementary School 2, kota Toda, Saitama, Jepang mengenai penggunaan robot AI dalam kegiatan belajar bahasa Inggris di kelas. Toda Elementary School 2 sudah mengimplementasikan penggunaan robot AI dalam pembelajaran bahasa Inggris di kelas selama 2 tahun. Meskipun masih di dalam tahap penelitian, hasilnya ditemukan bahwa inisiatif pemanfaatan robot AI untuk pengajaran bahasa Inggris memiliki kelemahan dan kelebihan, serta tidak lepas dari persetujuan pemerintah, perusahaan, masyarakat, dan sekolah terkait yang pada akhirnya bisa juga untuk mempromosikan kemajuan bahasa Inggris di daerah kota Toda, Saitama, Jepang (Sankangaku-Renkei).
Program pelatihan bahasa Jepang dari The Japan Foundation ini merupakan suatu kesempatan baik, selain untuk meningkatkan kemampuan bahasa Jepang, juga untuk mengenal lebih jauh mengenai Jepang, baik dalam hal kehidupan sehari-hari maupun penelitian masing-masing. Selain itu, program ini juga memberikan kesempatan untuk bertemu dengan sesama peneliti tentang Jepang dari berbagai negara dan membangun networking untuk penelitian di masa depan. Diskusi dan interaksi antar negara juga memberikan perspektif baru bagi masing-masing individu mengenai bagaimana kehidupan dan kedaaan sosial di suatu negara berbeda dengan negara lainnya. Sehingga pengetahuan itu dapat digunakan untuk menginspirasi penelitian lain yang bermanfaat bagi negara masing-masing. Prodi Kajian Wilayah Jepang SKSG UI berharap program ini dapat terus berlanjut di masa depan, dan hubungan kerja sama dengan The Japan Foundation dan Osaka Gas dapat terus dilanjutkan.
(red: Bintang Aulia dan Althaf Gauhar Auliawan)