Berita & Info

Mini Discussion: Memahami Konteks Radikalisme Yaman

Uncategorized @id

Mini Discussion: Memahami Konteks Radikalisme Yaman

Jumat (10/5) 2019 Program Studi Kajian Terorisme Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia kembali menggelar mini discussion. Kali ini tajuk utama yang diangkat pada diskusi rutin tersebut adalah “Radikalisme dan Dinamika Pelajar Nusantara di Yaman”. Hadir dalam diskusi tersebut sebagai narasumber Ridho Abdul Fatah, seorang pelajar Indonesia yang telah lima tahun menempuh pendidikan di Yaman. Narasumber yang dihadirkan dalam diskusi ini merupakan pelajar Indonesia lulusan Al-Zaytuna University Tunisia dalam bidang ilmu teologi dan kini tengah menempuh pendidikan non-formal atau biasa disebut “mondok” di Madrasah Darul Mustafa pimpinan seorang ulama moderat Habib Umar bin Hafizh di kota Tarim, Hadramaut. Diskusi rutin yang terbuka untuk umum tersebut juga turut dihadiri tidak hanya oleh sivitas akademika Universitas Indonesia namun juga para praktisi, pemerhati isu radikalisme dan agama, lembaga pemerintah, maupun kalangan umum.

Dengan adanya diskusi rutin semacam ini Program Kajian Terorisme berharap dapat memperkaya wawasan para mahasiswa dan mendorong pemahaman yang komprehensif pada berbagai isu yang berhubungan dengan terorisme yang berkembang tidak hanya di Indonesia. Penting untuk kita memahami radikalisme dan akar penyebabnya untuk dapat secara akademis merumuskan sebuah formula kontra radikalisme. Oleh sebab itu memahami perkembangan radikalisme di Yaman dan khususnya pada pelajar Nusantara merupakan bagian penting dalam memahami perkembangan radikalisme maupun contoh kontra radikalisme yang berhasil berjalan di Yaman. Hasil diskusi tersebut juga mengambil kesimpulan sebuah pola tempat dan keadaan yang memungkinkan radikalisme tumbuh subur yaitu dalam negara yang tengah mengalami krisis ekonomi, konflik sosial horizontal, kegagalan transisi politik, serta terdapat pengaruh ideologi transnasional. Tumbuhnya radikalisme di Yaman juga didukung oleh ketidaktahuan masyarakat akan konteks konflik yang tengah melanda Yaman, sehingga kepentingan politik golongan dengan mudah menggunakan radikalisme sebagai alat mencapai tujuan golongan berkepentingan.

Dalam diskusi tersebut ditemukan pula best practice peranan masyarakat madani (civil society) Yaman dalam menangkal pengaruh radikalisme. Misalnya saja dengan adanya institusi pendidikan berbasis keagamaan yang senantiasa menjaga moderasi cara pandang di tengah konflik Yaman, atau juga keberadaan patron-patron keagamaan seperti Habib Umar bin Hafizh yang ketokohannya juga dikenal luas di dunia Islam dewasa ini. Dua peranan tersebut disinyalir berhasil menangkal penyebaran radikalisme khususnya yang disebarkan melalui madrasah-madrasah yang berafiliasi pada pemikiran keagamaan puritan dan radikal. Namun demikian best practice masyarakat madani Yaman tersebut dibanding konteks Indonesia menjadi tantangan tersendiri, seperti bagaimana posisi dan efektivitas peran institusi pendidikan keagamaan Indonesia beserta para patron organisasi maupun individu yang mempromosikan moderasi beragama dan cara pandang? Belum lagi tantangan Indonesia dalam meluasnya penggunaan media sosial sebagai media penyebaran konten-konten radikalisme. Tentunya diskusi yang bermakna tersebut akhirnya tidak hanya memperkaya pengetahuan terhadap perkembangan radikalisme di Yaman namun juga melahirkan pertanyaan-pertanyaan baru untuk usaha menangkal radikalisme khususnya di Indonesia.

(red: Prakoso Permono)